billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Puasa: Definisi secara Etimologis dan Terminologis

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Puasa: Definisi secara Etimologis dan Terminologis
Foto: Masjid Istiqlal Jakarta

Pantau - Menurut Ibn Kasir seperti dikutip dari jurnal Ibn Abbas berjudul “Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf (Tafsir Q.S Al-Baqarah: 183)” oleh Dr. H. Safria Andy, MA, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berjimak disertai niat yang ikhlas karena Allah SWT. Puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah.

Selain itu, puasa juga dapat meningkatkan penyembuhan sifat rakus dan sombong manusia selain dengan sholat melalui ruku dan sujud agar manusia jujur tentang akan siapa dirinya.

Sementara itu, berdasarkan jurnal serambi tarbawi berjudul “PUASA DAN HIKMAHNYA TERHADAP KESEHATAN FISIK DAN MENTAL SPIRITUAL” oleh Aulia Rahmi, puasa menurut bahasa Arab disebut as-saum atau as-siyam yang berarti menahan diri. Dalam konteks ini, menahan diri yang dimaksud adalah menahan dari makan dan minum serta perbuatan yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Selain itu, umat Islam juga dikehendaki untuk menahan diri dari mengeluarkan kata-kata kotor, menggunjing orang lain, dan sebagainya.

Puasa sendiri merupakan rangkaian aktivitas yang istimewa dan banyak dinantikan oleh umat islam. Berpuasa melatih kita untuk jujur pada diri sendiri, serta merupakan awal untuk memperbaharui jiwa kita yang telah terjangkiti penyakit, baik fisik maupun mental.

Dengan kata lain, puasa bisa menghadirkan kesehatan yang paripurna bagi fisik dan mental, tanpa melalui terapi, obat-obatan, dan proses medis lainnya.

Baca juga:

Doa Mandi Wajib Sebelum Puasa Ramadan Beserta Tata Caranya
Begini Doa dan Tata Cara Ziarah Kubur Orang Tua Sebelum Bulan Suci Ramadan

Secara etimologis, puasa berarti menahan, seperti pada dalil berikut:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِِّي عَيْنًا. فَإِمَِّا تَرَيِنَِّ مِنَ اْلبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إنِِّي نَذَرْتُ لِلرَِّحْمَانِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِِّمَ اْليَوْمَ إنْسِي ِّا

“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari itu,” (QS. Maryam [19]: 26).

Sedangkan secara terminologis (istilah) terdapat dalam Subul Al Salam, para ulama fiqih mengartikan puasa sebagai berikut:

اَلصِّياَ مُ : اإلِمْساَ كُ عَنِ األكلِ وَالشَّرْب وَالْجِمَا عِ وَغَيْرِهاَ مِمَّاوَرَدَ بِهِ
الشّرْعِ فِيْ النَّهَا رِعَلَي الوَحدِ الْمَشْرُوعِ وَيَتْبَعُ ذَلِلكَ اإلِمْسَا كُ عَنِ اللَّغْوِ والرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكآلمِ الْمَحْرَمِ وَ الْمَكْرُوْهِ يف وَقْتٍ مَخْصُوًص بِشُرُوْرطٍ مَخْصُوْصَةٍ

Artinya : “Puasa adalah menahan dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami istri, dan lain-lainnya, sepanjang hari menurut ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari perkataan yang sia-sia (membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan pula.”

Penulis :
Latisha Asharani