Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Sambal Oen Peugaga, Hidangan Khas Aceh yang Hanya Ada di Bulan Ramadan

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Sambal Oen Peugaga, Hidangan Khas Aceh yang Hanya Ada di Bulan Ramadan
Foto: Sambal Oen Peugaga (ANTARA)

Pantau - Bulan suci Ramadan selalu menghadirkan nuansa yang berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Selain menjadi momen untuk meningkatkan ibadah dan berbagi kebaikan, Ramadan juga identik dengan keberagaman kuliner khas yang hanya muncul di bulan ini. Di Banda Aceh, suasana sore menjelang berbuka puasa begitu semarak dengan banyaknya pedagang makanan yang menawarkan aneka hidangan lezat di sepanjang jalan. Rak-rak makanan berjejer rapi, sementara toples-toples berisi minuman berwarna-warni menambah kemeriahan suasana. Salah satu hidangan khas yang paling dinanti adalah Sambal Oen Peugaga, kuliner tradisional yang bukan hanya menggugah selera tetapi juga kaya akan manfaat kesehatan dan nilai budaya.

Sambal Oen Peugaga, Hidangan Khas yang Hanya Hadir di Bulan Ramadan

Sambal Oen Peugaga
Sambal Oen Peugaga (ANTARA)

Di antara banyaknya pilihan takjil yang tersedia di Banda Aceh, Sambal Oen Peugaga menjadi salah satu yang paling diburu. Keunikan hidangan ini terletak pada bahan utamanya, yaitu daun peugaga (Centella asiatica), yang dalam bahasa Aceh dikenal sebagai Oen Peugaga. Daun ini terkenal memiliki berbagai manfaat kesehatan, seperti meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu melancarkan pencernaan.

Baca juga: Sebagai Penghasilan Tambahan, Ini Ide Bisnis Sampingan Saat Ramadan

Namun, keistimewaan Sambal Oen Peugaga tidak hanya terletak pada daun peugaga saja. Hidangan ini juga mengombinasikan berbagai jenis dedaunan lainnya, seperti daun mangga muda, daun kemangi, daun jambu, daun kunyit, daun jeruk purut, serta bunga pepaya yang telah direbus. Semua bahan tersebut diiris halus lalu dicampur dengan kelapa sangrai, irisan serai, bunga kecombrang, serta cabai yang memberikan cita rasa pedas dan aroma khas. Secara tampilan dan rasa, hidangan ini mirip dengan urap, namun dengan sentuhan khas Aceh yang lebih kompleks.

Makna dan Manfaat Sambal Oen Peugaga

Bagi masyarakat Aceh, Sambal Oen Peugaga bukan hanya sekadar hidangan berbuka puasa. Daun peugaga yang menjadi bahan utamanya telah lama dikenal sebagai tanaman herbal yang berkhasiat. Mengonsumsi sambal ini dipercaya dapat menjaga stamina selama menjalankan ibadah puasa. Selain itu, penggunaan beragam dedaunan dalam hidangan ini juga mencerminkan kekayaan alam Aceh serta kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.

Lebih dari sekadar makanan, Sambal Oen Peugaga adalah simbol tradisi kuliner yang terus dilestarikan oleh masyarakat Aceh. Setiap bahannya dipilih dengan cermat dan diolah secara tradisional untuk mempertahankan cita rasa autentik. Tak heran jika hidangan ini selalu menjadi favorit saat Ramadan tiba.

Baca juga: Sambal Goreng Ati Ampela, Lauk Praktis yang Bisa Disimpan untuk Ramadan

Bagi pecinta kuliner yang ingin mencicipi keunikan Sambal Oen Peugaga, pasar kuliner Garuda di Jalan Garuda, Kampung Baru, Banda Aceh, adalah tempat yang wajib dikunjungi. Di sana, selain menemukan Sambal Oen Peugaga, pengunjung juga dapat menikmati beragam kuliner khas Aceh lainnya, mulai dari makanan tradisional hingga hidangan kekinian dengan harga yang ramah di kantong. Dengan harga berkisar antara Rp8.000 hingga Rp10.000 per bungkus, hidangan ini menjadi pilihan yang menarik bagi siapa saja yang ingin merasakan sensasi berbuka puasa dengan cita rasa khas Aceh.

Penutup

Ramadan di Banda Aceh bukan hanya tentang ibadah yang lebih khusyuk, tetapi juga tentang menikmati tradisi kuliner yang telah diwariskan turun-temurun. Sambal Oen Peugaga adalah salah satu contoh bagaimana budaya dan kekayaan alam Aceh berpadu dalam sebuah hidangan yang sederhana namun penuh makna. Bagi siapa pun yang berkunjung ke Banda Aceh selama bulan suci ini, mencicipi Sambal Oen Peugaga adalah pengalaman yang tidak boleh dilewatkan. Selain menyantap hidangan lezat, kita juga ikut merasakan warisan budaya yang terus hidup di tengah masyarakat Aceh.

Penulis :
Latisha Asharani