Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Sajian Kuliner Wihara Korea Dikenal Dunia sebagai Budaya Kuliner Berkelanjutan dan Spiritual

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Sajian Kuliner Wihara Korea Dikenal Dunia sebagai Budaya Kuliner Berkelanjutan dan Spiritual
Foto: (Sumber : Photo of Balwoo Gongyang.)

Pantau - Sajian kuliner wihara Korea, tradisi berusia 1.700 tahun yang berakar dari ajaran Buddha, kini diakui dunia sebagai simbol kuliner berkelanjutan dan kesejahteraan spiritual, serta didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

Dari Warisan Religius Menjadi Gaya Hidup Global yang Ramah Alam

Berbeda dari konsep makanan vegetarian biasa, sajian kuliner wihara Korea mencerminkan filosofi menghormati seluruh kehidupan, kesahajaan, dan rasa syukur.

Disiapkan dengan metode nabati yang menonjolkan cita rasa alami bahan musiman, sajian ini menekankan keselarasan antara manusia dan alam.

Pemerintah Korea telah menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional, memperkuat posisinya dalam pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup mindful living secara global.

Untuk menyebarluaskan nilai budaya dan spiritualnya, Cultural Corps of Korean Buddhism menggelar tiga agenda internasional sepanjang tahun 2025, yakni festival kuliner, simposium akademik, dan diplomasi budaya lintas negara.

Pada Juni 2025, 4th Korean Temple Food Festival berlangsung di aT Center Seoul sebagai festival terbesar dalam satu dekade.

Sebelas wihara dari berbagai wilayah Korea berpartisipasi dalam acara yang menghadirkan ceramah, lokakarya, dan demo masak oleh enam biksu dan biksuni.

Festival ini menarik lebih dari 20.000 pengunjung hanya dalam dua hari, dengan 47 persen berasal dari usia 20–30 tahun, menunjukkan meningkatnya ketertarikan generasi muda terhadap kuliner nabati berkelanjutan.

Pada Agustus, Temple Food International Academic Symposium di National Palace Museum of Korea mengusung tema "Potensi Sajian Kuliner Wihara sebagai Budaya Kuliner Berkelanjutan."

Brendan R. Walsh, Dekan The Culinary Institute of America (CIA), menyoroti pentingnya konsep Ogwan-ge (Lima Perenungan) sebelum makan.

"Jawabannya adalah sajian kuliner wihara," tegasnya, seraya menyatakan rencana memasukkan sajian ini ke dalam kurikulum CIA.

Diplomasi Budaya di Eropa dan Dukungan Global untuk Pengakuan UNESCO

Pada akhir Oktober hingga awal November 2025, Temple Food International Cultural Diplomacy digelar di Paris dan London.

Di Paris, hidangan Deodeok Beomuri disajikan oleh Venerable Yeogeo Sunim dalam jamuan resmi di Kedutaan Besar Korea sebagai bagian dari peringatan 140 tahun hubungan diplomatik Korea–Perancis.

Di London, Korean Temple Food Week diadakan oleh Korean Cultural Centre UK dan Le Cordon Bleu London, menampilkan ceramah oleh Biksuni Yeogeo serta restoran pop-up oleh Jeong Kwan Sunim, tokoh kuliner wihara yang dikenal lewat serial Netflix Chef’s Table.

Dekan Le Cordon Bleu London, Emil Minev, menyatakan, "Sajian kuliner wihara merupakan praktik kuliner yang mengandung keselarasan dengan alam dan rasa hormat terhadap kehidupan", serta menyatakan dukungannya terhadap langkah Cultural Corps untuk pendaftaran UNESCO.

Sejak 2021, MoU telah ditandatangani antara Cultural Corps, Korean Cultural Centre UK, dan Le Cordon Bleu London untuk kolaborasi dalam Program Seni Kuliner Nabati, termasuk kuliah dan demo makanan wihara.

Sajian kuliner ini kini didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

“Kami berharap, sajian kuliner wihara dapat berkembang sebagai gaya hidup berkelanjutan dan kesejahteraan spiritual yang diakui dunia,” ungkap Cultural Corps dalam pernyataan resminya.

“Kami akan terus meningkatkan aktivitas pertukaran budaya di seluruh dunia,” tambahnya.

Wisatawan yang ingin merasakan langsung sajian ini dapat mengikuti lokakarya internasional di Korean Temple Food Center, Insadong, Seoul, atau menikmati menu musiman khas di Balwoo Gongyang, restoran bintang Michelin pertama yang menyajikan sajian kuliner wihara.

Keduanya menyajikan hidangan yang mencerminkan semangat pemulihan, kontemplasi, dan kearifan berkelanjutan yang kini menginspirasi dunia.

Penulis :
Ahmad Yusuf