
Pantau - Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs A. Khoirul Umam menilai Partai Prima hanyalah sebuah pion untuk melancarkan agenda perpanjangan jabatan Presiden atau Presiden 3 Periode.
"Tidak ada asap tanpa api. Artinya, dalam konteks ini, Partai Prima tampaknya hanya sekadar “pion kecil” yang dipersiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan Pemilu yang selama ini telah diorkestrasikan narasi dan pergerakannya," kata Umam kepada Pantau.com, Jumat (3/3/2023).
Umam yang juga pun mengajak masyarakat untuk mengawasi pihak-pihak yang bersikeras untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan.
"Masyarakat perlu lebih kritis menelisik lebih jauh dan memelototi, siapa-siapa saja yang sejak awal memiliki kepentingan untuk mengembalikan arsitektur kekuasaan otoriter ala Orde Baru, melalui penundaan Pemilu ini. Besar kemungkinan ada garis merah yang menghubungkan simpul-simpul kekuasaan itu dengan putusan PN Jakpus ini," ujar Umam yang juga Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina ini.
Sebagai informasi, putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu itu berawal dari gugatan dari Partai Prima yang merasa dirugikan dalam proses verifikasi partai peserta Pemilu 2024. Tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024, Partai Prima pun menggugat KPU ke Bawaslu dan PTUN dan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Tak puas dengan hasil di dua lembaga itu, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakarta Pusat. Kamis (2/3/2023), majelis hakim PN Jakpus pun mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU menunda seluruh tahapan proses Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Putusan itu diketok oleh majelis hakim T. Oyong (Hakim Ketua), H Bakri (hakim anggota) dan Dominggus Silaban (hakim anggota).
"Tidak ada asap tanpa api. Artinya, dalam konteks ini, Partai Prima tampaknya hanya sekadar “pion kecil” yang dipersiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan Pemilu yang selama ini telah diorkestrasikan narasi dan pergerakannya," kata Umam kepada Pantau.com, Jumat (3/3/2023).
Umam yang juga pun mengajak masyarakat untuk mengawasi pihak-pihak yang bersikeras untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan.
"Masyarakat perlu lebih kritis menelisik lebih jauh dan memelototi, siapa-siapa saja yang sejak awal memiliki kepentingan untuk mengembalikan arsitektur kekuasaan otoriter ala Orde Baru, melalui penundaan Pemilu ini. Besar kemungkinan ada garis merah yang menghubungkan simpul-simpul kekuasaan itu dengan putusan PN Jakpus ini," ujar Umam yang juga Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina ini.
Sebagai informasi, putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu itu berawal dari gugatan dari Partai Prima yang merasa dirugikan dalam proses verifikasi partai peserta Pemilu 2024. Tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024, Partai Prima pun menggugat KPU ke Bawaslu dan PTUN dan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Tak puas dengan hasil di dua lembaga itu, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakarta Pusat. Kamis (2/3/2023), majelis hakim PN Jakpus pun mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU menunda seluruh tahapan proses Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Putusan itu diketok oleh majelis hakim T. Oyong (Hakim Ketua), H Bakri (hakim anggota) dan Dominggus Silaban (hakim anggota).
- Penulis :
- Fadly Zikry