
Pantau - Jelang pelaksanaan Pilpres 2024 di Indonesia memunculkan sorotan baru, yaitu film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang menggugah perhatian jagat maya.
Film ini mengungkap beragam kecurangan dalam pemilu, digarap oleh sutradara kontroversial, Dandhy Laksono. Dirilis pada Minggu (11/2/2024), film tersebut menuai beragam respons dari masyarakat.
Dalam film tersebut, tiga ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, memainkan peran penting dalam mengungkap kecurangan pemilu. Namun, fokus juga tertuju pada sosok Dandhy Laksono, sang sutradara.
Dandhy Dwi Laksono, lahir di Lumajang, Jawa Timur pada 29 Juni 1976, adalah lulusan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) jurusan Hubungan Internasional.
Pengalaman pendidikannya tidak hanya terbatas di Indonesia, tetapi juga meliputi pengalaman non-formal di Amerika Serikat dan Inggris.
Sejak awal kariernya, Dandhy telah menunjukkan minatnya dalam jurnalisme investigatif, baik dalam tulisan maupun film dokumenter.
Dia telah bekerja sebagai reporter, editor, dan konsultan editorial di berbagai media, termasuk radio, majalah, dan televisi.
Pencapaiannya mencakup film dokumenter sebelumnya, seperti 'Sexy Killers', yang diproduksi melalui rumah produksi Watchdoc miliknya. Film ini, yang mengungkap kebobrokan di industri tambang batu bara, meraih popularitas besar dan menjadi perbincangan di masyarakat.
Namun, karyanya tidak jarang menimbulkan kontroversi. Dandhy sering kali menjadi sasaran kritik dan ancaman dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan pandangannya.
Bahkan, pada tahun 2019, ia ditangkap oleh Polda Metro Jaya atas dugaan ujaran kebencian. Meski demikian, semangatnya dalam membuat karya yang kritis dan bermakna tidak padam.
Melalui film 'Dirty Vote', Dandhy berusaha mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemilu yang jujur dan adil, terutama dalam masa tenang yang berlangsung dari tanggal 11 hingga 13 Februari 2024.
- Penulis :
- Aditya Andreas