
Pantau - Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, menilai bahwa rencana penyeragaman kemasan rokok yang tengah dibahas perlu dikaji lebih mendalam, dengan memperhatikan dampak sosial ekonomi yang mungkin ditimbulkan.
Puteri mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi kesulitan dalam membedakan rokok legal yang membayar cukai dengan rokok ilegal setelah penyeragaman kemasan diterapkan. Hal ini, menurutnya, berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal yang sulit diawasi dan dikendalikan.
"Peredaran rokok ilegal akan semakin sulit dikendalikan. Oleh karena itu, rencana penyeragaman kemasan ini perlu ditinjau kembali dengan komprehensif," ujar Puteri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Baca Juga:
Harga Naik Jadi Kado Tahun Baru 2025 bagi Perokok
Dampak Ekonomi dan Peningkatan Rokok Ilegal
Puteri juga menyoroti potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh meningkatnya peredaran rokok ilegal. Di 2024, cukai dari industri hasil tembakau (IHT) diperkirakan mencapai Rp216,9 triliun, berkontribusi lebih dari 95 persen terhadap total penerimaan cukai negara.
Dia juga mengungkapkan bahwa jumlah rokok ilegal yang ditindak pada 2023 mencapai 253,7 juta batang, sementara pada 2024 jumlah tersebut meningkat drastis menjadi 710 juta batang.
Evaluasi Kebijakan dan Penegakan Hukum
Puteri pun mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan ini, terutama terhadap rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang digagas oleh Kementerian Kesehatan. Selain itu, ia juga mengimbau agar upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal diperketat.
"Saat yang bersamaan, pemerintah harus lebih agresif dalam penindakan dan penegakan hukum terkait rokok ilegal," kata Puteri.
Peta Jalan Industri Hasil Tembakau
Puteri juga menekankan pentingnya penyusunan peta jalan (roadmap) untuk pengembangan industri hasil tembakau (IHT). Hal ini, menurutnya, akan memberikan kepastian bagi para pelaku industri, petani, dan pekerja di sektor tembakau mengenai arah pengembangan IHT di masa depan.
Ia mengingatkan bahwa pada 2022, ia telah mendorong Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, untuk segera membuat peta jalan ini. Puteri menjelaskan bahwa IHT menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja, termasuk petani tembakau, pekerja pabrik rokok, dan pedagang. Khususnya di sektor sigaret kretek tangan (SKT), mayoritas pekerja adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.
Mencari Titik Temu
Dalam menyikapi kebijakan ini, Puteri mengimbau agar semua pihak terkait, termasuk kementerian/lembaga, dapat berkoordinasi dalam merumuskan rencana penyeragaman kemasan rokok ini. Ia juga menekankan pentingnya melibatkan aspirasi masyarakat, pekerja, petani, dan pelaku industri dalam perumusan kebijakan.
"Saya berharap kementerian/lembaga dapat bekerjasama dengan melibatkan aspirasi dari masyarakat, pekerja, petani, dan pelaku industri untuk menemukan solusi yang seimbang antara kesehatan dan dampak ekonomi," pungkas Puteri.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah