
Pantau - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada akhir Maret 2024.
Revisi ini memicu diskusi publik karena menyentuh aspek substansi perubahan serta makna strategis bagi arah pertahanan nasional ke depan.
Revisi dilakukan sebagai respons terhadap dinamika zaman, termasuk munculnya ancaman nonfisik seperti serangan siber, penyebaran ideologi transnasional, disinformasi, krisis energi, dan bencana ekologis.
Ketegangan geopolitik global serta kekhawatiran akan konflik berskala besar juga turut mendorong perlunya pembaruan sistem pertahanan.
Modernisasi TNI untuk Tantangan Baru, Tetap Jaga Supremasi Sipil
Tujuan utama revisi adalah modernisasi TNI agar sistem pertahanan nasional menjadi lebih adaptif dan responsif terhadap tantangan masa kini.
Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah perluasan tugas TNI, termasuk peran dalam penanggulangan bencana, kejahatan lintas batas, dan ancaman ideologis.
Pelibatan TNI dalam menghadapi ancaman nonmiliter ditegaskan bukan sebagai bentuk dwifungsi militer, melainkan respons terhadap kebutuhan riil dan selaras dengan praktik global.
Selama ini, TNI telah terbukti efisien dalam merespons krisis dan bencana, namun belum memiliki dasar hukum yang memadai.
Revisi ini memberi landasan hukum yang jelas dan memperkuat akuntabilitas institusional atas keterlibatan TNI di luar perang.
Modernisasi juga menyasar pada peningkatan interoperabilitas antar matra dan kesiapsiagaan terhadap krisis multidimensi, baik dalam maupun luar negeri.
Paradigma ini sejalan dengan konsep keamanan manusia (human security) dan pemikiran dari akademisi seperti Andi Widjajanto dan Barry Buzan.
Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif Diatur Ketat, Usia Pensiun Disesuaikan Kebutuhan
Isu paling sensitif dalam revisi ini adalah diperbolehkannya prajurit aktif TNI menduduki jabatan sipil tertentu.
Meski menimbulkan kekhawatiran publik soal kembalinya dwifungsi, DPR menegaskan bahwa penugasan prajurit tetap dalam kerangka profesionalisme militer dan kontrol sipil yang sah, sebagaimana diteorikan oleh Samuel P. Huntington.
Penempatan prajurit aktif hanya dibatasi untuk posisi strategis seperti di Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Langkah ini bertujuan agar kapasitas strategis TNI dapat dioptimalkan tanpa melampaui batas kewenangan sipil.
Prinsip pembatasan, proporsionalitas, dan koordinasi tetap dijaga demi menjamin supremasi sipil dalam demokrasi.
Revisi juga mengatur soal penyesuaian usia pensiun prajurit berdasarkan kebutuhan organisasi dan regenerasi.
Perpanjangan masa dinas ini dimaksudkan untuk memanfaatkan pengalaman personel senior, tanpa menghambat proses kaderisasi.
DPR: Reformasi Militer dan Pengawasan Demokratis Tetap Dijaga
DPR menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap memegang teguh semangat reformasi militer: militer yang profesional, tunduk pada otoritas sipil, dan bekerja untuk kepentingan negara.
Meski UU TNI telah direvisi, DPR menegaskan bahwa belum ada dokumen atau draf resmi terkait RUU Kepolisian.
Pembahasan RUU Kepolisian akan dilakukan setelah RUU KUHAP rampung, agar tetap sejalan dengan norma hukum acara pidana terbaru.
DPR mengajak publik untuk tidak terjebak pada opini yang tidak berdasar dan tetap menjaga integritas dalam diskusi publik.
Aspirasi masyarakat tetap menjadi bagian penting dari penguatan sistem pertahanan dan keamanan yang demokratis serta profesional.
- Penulis :
- Pantau Community