Pantau Flash
HOME  ⁄  Teknologi

Google Ubah Kebijakan AI, Pakar Khawatirkan Dampaknya pada Militer

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Google Ubah Kebijakan AI, Pakar Khawatirkan Dampaknya pada Militer
Foto: Gedung Google (getty)

Pantau - Alphabet, induk Google, telah menghapus larangan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pengembangan senjata dan sistem pengintaian. Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis hak asasi manusia dan pakar teknologi.

Sebelumnya, Google memiliki prinsip yang secara eksplisit melarang pengembangan AI yang dapat menimbulkan bahaya atau melanggar norma internasional terkait pengawasan. Namun, kebijakan tersebut kini telah dihapus dari situs resmi Prinsip AI Google.

Organisasi Human Rights Watch mengecam perubahan ini, mengingat potensi penggunaan AI dalam pertempuran bisa berakibat fatal.

"Bagi pemimpin industri global mengabaikan aturan yang dibuatnya sendiri adalah tanda pergeseran yang mengkhawatirkan, terutama di saat kita membutuhkan kepemimpinan AI yang bertanggung jawab," ujar Anna Bacciarelli, peneliti senior AI di Human Rights Watch, seperti dikutip dari BBC, Jumat (7/2/2025).

Baca Juga:
China Selidiki Google atas Dugaan Monopoli di Tengah Ketegangan Perdagangan dengan AS
 

Kecerdasan buatan memang semakin banyak digunakan dalam sistem militer di berbagai belahan dunia, termasuk di Ukraina dan Timur Tengah. Para ilmuwan di Doomsday Clock pun memperingatkan bahwa perkembangan ini bisa membawa konsekuensi besar.

"Sistem berbasis AI telah digunakan dalam konflik militer, dan beberapa negara berniat mengintegrasikan AI lebih dalam ke dalam strategi pertahanan mereka. Ini menimbulkan pertanyaan serius: sampai sejauh mana mesin diizinkan membuat keputusan militer, termasuk keputusan untuk membunuh dalam skala luas?" tulis mereka dalam sebuah laporan.

Sementara itu, CEO Google DeepMind, Demis Hassabis, menegaskan bahwa kepemimpinan dalam pengembangan AI harus tetap berada di tangan negara-negara demokratis.

"Dalam lanskap geopolitik yang semakin kompleks, demokrasi harus memimpin pengembangan AI, dipandu oleh nilai-nilai inti seperti kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ujar Hassabis.

Meski demikian, perubahan kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang arah etika AI di masa depan dan seberapa jauh teknologi ini akan digunakan dalam sektor militer dan keamanan.

Penulis :
Ahmad Ryansyah