Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Virus Korona Semakin Merajalela, Akankah Mengancam Ekonomi Indonesia?

Oleh Tatang Adhiwidharta
SHARE   :

Virus Korona Semakin Merajalela, Akankah Mengancam Ekonomi Indonesia?

Pantau.com - Virus korona atau COVID-19 melanda Tanah Air, ini menjadi tantangan yang berat di tengah ekonomi yang sulit. Lantas laju dan perkembangan perekonomian di Indonesia terkena imbasnya.

Serangan wabah virus Korona ini tak hanya terjadi di Indonesia. Sebut saja negara yang mengalami penyebarannya secara serius seperti Italia, Filipina, Arab Saudi dan Malaysia, menerapkan kebijakan lockdown. Langkah ini diambil guna meminimalisir penyebaran virus Korona.

Tujuan dari lockdown sebuah daerah adalah untuk meminimalisir potensi penyebaran virus korona yang lebih masif dan menjangkiti banyak orang. Apabila sebuah daerah atau kota mengunci akses keluar masuk, maka semua fasilitas publik mulai dari sekolah, transportasi umum, perkantoran, universitas harus ditutup dan dihentikan aktivitasnya, hingga pembatasan akses warga dan pemberlakuan jam malam.

Seperti di China, mereka memberlakukan kebijakan lockdown untuk Provinsi Hubei dan Kota Wuhan yang menjadi titik utama lokasi penyebaran virus korona. Sedangkan di Italia penerapan kebijakan lockdown akibat penyebaran virus corona meningkat sangat tajam hingga menjangkiti puluhan ribu orang.

Baca juga: Ketika Wabah Virus Korona Merajalela, Ketahui Apa Itu Lockdown

Sementara itu, untuk di Indonesia sendiri Presiden Joko Widodo, memberikan instruksi kepada kepala daerah masing-masing untuk menentukan dan memutuskan tingkat kedaruratan wilayahnya masing-masing, dan mengambil langkah yang diperlukan.

Lantas Jakarta sendiri melalui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil inisiatif dengan menutup semua akses destinasi wisata publik, meliburkan aktivitas belajar mengajar di sekolah, dah membatasi jam operasional transportasi publik seperti Transjakarta dan MRT Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sedang mengkaji opsi penerapan lockdown Jakarta, sebagai langkah preventif menjaga sebaran virus korona di Jakarta. Ia pun akan berkoordinasi dengan Kepala BNPB Doni Monardo, yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, untuk membicarakan opsi lockdown.

Menurutnya, opsi ini dipilih untuk mengurangi penyebaran virus korona. Sebab, jika virus tersebut sudah tersebar, rumah sakit dan petugas medis memiliki keterbatasan sehingga lebih baik Jakarta di-lockdown. “Penting sekali bagi kita dalam situasi seperti ini menyadari, mengurangi yang tertular itu langkah utama. Ketika sudah tertular, kapasitas rumah sakit dan jumlah dokter itu ada batasnya. Jadi kalau naik terus, itu akan ada ambang batasnya, di mana health care system kita tidak bisa menanggung itu semua. Karena itu, jadi tanggung jawab kita semua untuk mengurangi potensi penularan,” ujarnya.

Tercatat, pasien positif virus Korona di Jakarta hampir di seluruh kotamadya DKI Jakarta, antara lain: Penjaringan (1 kasus), Cengkareng (2), Kelapa Gading (2), Tanjung Priok (2), Kebon Jeruk (1), Kebayoran Lama (2), Kebayoran Baru (1), Pancoran (1), Mampang Prapatan (2), Cilandak (1), Kramat Jati (1), dan Kembangan (1). Jakarta juga memiliki 238 pasien dalam pengawasan, sedangkan 120 di antaranya masih diisolasi, sementara 118 orang telah dinyatakan sehat dan boleh pulang.

Jika Lockdown, Apa yang Terjadi?


Ilustrasi sebuah kota jika di Lockdown. (Foto: Daily Mirror)

Terkait opsi lockdown di Jakarta menjadi salah satu kebijakan yang diambil untuk meminimalisir tingkat sebaran virus korona yang semakin meningkat. Menanggapi hal ini pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan jika opsi lockdown Jakarta dipilih guna mengatasi virus Korona, hal ini bisa berpotensi memberikan dampak yang begitu masif terhadap perekonomian nasional yakni krisis ekonomi. 

Menurutnya, potensi ini bisa terjadi karena Jakarta merupakan pusat bisnis, keuangan, dan juga pemerintahan Indonesia. Adapun langkah lockdown adalah keputusan yang amat sangat berisiko bagi perekonomian nasional, sebab, sebanyak 70 persen uang berputar di Jakarta.

“Terlalu berisiko kalau kita mengambil langkah lockdown. Ini akan memicu kepanikan di pasar keuangan. Maklum 38 persen surat utang dipegang oleh asing. Kalau serempak keluar karena panik tentunya Indonesia bisa krisis,” ujar Bhima.

Bukan hanya itu, Jakarta sebagai Ibukota Negara juga sangat bergantung pada daerah penyangga, seperti Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Ketergantungan ini termasuk dalam hal ketersediaan pangan, Bhima mengharapkan, pengambilan keputusan lockdown tidak diambil terburu-buru, karena proses arus distribusi barang juga akan sangat terganggu.

“Jakarta menyumbang 20 persen total inflasi nasional, kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4-6 persen. Yang rugi adalah masyarakat sendiri,” tuturnya.

Berkaca pada China yang menerapkan kebijakan lockdown, secara struktur ekonomi Indonesia tidak sekuat Negeri Tirai Bambu itu. Menurut Bhima akan sangat berbahaya jika keputusan lockdownd diambil tidak mempertimbangkan segala aspek yang akan terjadi.

Baca juga: Gegara Korona, Nilai Impor Februari 2020 Turun 18,69 Persen

Ambil Contoh dari Negara Tetangga

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengambil langkah Lockdown untuk mencegah virus Korona. (Foto: Reuters)

Sementara itu, Indonesia bisa mengambil contoh negara tetangga seperti Singapura yang mengambil kebijakan pembatasan aktivitas warga yang lanjut usia, penundaan acara yang melibatkan banyak orang, hingga acara keagamaan.

Sebab opsi kebijakan lockdown bukanlah yang utama bagi Jakarta dan Indonesia.

“Jadi clear, tidak perlu lockdown, dan penyebaran korona bisa dicegah dengan strategi yang tepat sasaran,” tegasnya.

Sedangkan di Filipina, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memutuskan memilih opsi lockdown Manila selama satu bulan ke depan. Selain menutup penerbangan, Duterte juga menyetujui penutupan sekolah dan melarang pertemuan massal. Keputusan untuk lockdown itu didasarkan pada rekomendasi dari para ahli.

Baca juga: Malaysia Putuskan Lockdown di Tengah Serangan Virus Korona

Kesadaran Masyarakat Perlu Ditingkatkan

Ilustrasi masyarakat Indonesia mengenakan masker untuk menghindari virus Korona. (Foto: Istimewa)

Dengan dampak ekonomi yang begitu masif jika Jakarta di lockdown, maka hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Sebab, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat tidak panik dalam menghadapi penyebaran virus Korona.

Ia meminta agar masyarakat melakukan aktivitas di rumah, mulai dari bekerja, belajar, hingga beribadah.

“Kepada seluruh rakyat Indonesia saya harap tenang, tetap produktif agar penyebaran COVID-19 ini bisa kita hambat dan kita stop. Dengan kondisi ini, saatnya kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah,” tutur Presiden.

Baca juga: Rupiah Tembus Rp15.000 per Dolar AS Imbas Virus Korona

Jika tak ingin kebijakan penutupan kota Jakarta terjadi, warga masyarakat harus mengikuti arahan pemerintah untuk tinggal dirumah dan mengurangi aktivitas fisik. Hal ini menjadi penting karena potensi sebaran virus bisa berkurang dengan terbatasnya aktivitas masyarakat.

Karena itu, Sobat Pantau mulai biasakan hidup bersih dan sehat dengan rutin mencuci tangan dengan air mengalir. Jika flu atau demam, gunakan masker dan jangan lupa periksakan diri ke pusat kesehatan atau dokter apabila mengalami gejala-gejala seperti virus Korona.

Tentunya juga jangan lupa mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, dan pastikan istirahat yang cukup. Lakukan ini dari diri sendiri, maka bisa mencegah penularan virus Korona ini.

Penulis :
Tatang Adhiwidharta