
Pantau - Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mewanti-wanti agar RUU Perampasan Aset tidak menjadi alat untuk menghajar lawan politik.
Ia menilai, RUU tersebut berpotensi dipakai sebagai alat legitimasi politik di luar hukum oleh pemerintahan yang memiliki watak otoritarian.
"Penerapannya harus hati-hati betul, jangan sampai kemudian tanpa proses hukum dilakukan penyitaan-penyitaan. Itu yang harus kita cegah agar UU ini tidak dipakai menyerang lawan politik," ujar Masinton, Senin (15/5/2023).
Masinton memaparkan, penerapan kehati-hatian dalam RUU Perampasan Aset setalah menjadi UU merujuk Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan DIM RUU PPRT Rampung, Siap Dibahas di DPR
Dalam Pasal 28H ayat (4) dijelaskan 'Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun'.
"Karena RUU ini bersifat fundamental dia tidak boleh melanggar prinsip-prinsip yang mendasar, karena konstitusi kita melindungi milik pribadi," ujar Masinton.
Masinton menegaskan, Fraksi PDIP di DPR mendukung agenda pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Termasuk dalam pembahasan RUU Perampasan Aset.
Menurutnya, RUU tersebut adalah langkah progresif untuk mengambil aset, harta barang bukti dari hasil kejahatan. Bukan hanya dari tindak pidana korupsi, tapi juga tindak pidana lainnya.
Baca Juga: Geram! Komisi VI DPR Desak Menteri BUMN Copot Jajaran Direksi BSI
"RUU Perampasan Aset ini diharapkan bisa melakukan pemblokiran, penyitaan yang tentu diawali dengan investigasi," ujar Masinton.
Terlebih, lanjutnya, dalam RUU Perampasan Aset juga memungkinkan Kejaksaan Agung menyita aset hasil kejahatan bagi tersangka atau terdakwa yang meninggal dunia.
"Pada prinsipnya kita menyetujui RUU ini, tinggal pembahasaanya nanti kita penuh dengan kehikmatan, penuh ketelitian agar RUU ini menjadi sempurna," pungkasnya.
Ia menilai, RUU tersebut berpotensi dipakai sebagai alat legitimasi politik di luar hukum oleh pemerintahan yang memiliki watak otoritarian.
"Penerapannya harus hati-hati betul, jangan sampai kemudian tanpa proses hukum dilakukan penyitaan-penyitaan. Itu yang harus kita cegah agar UU ini tidak dipakai menyerang lawan politik," ujar Masinton, Senin (15/5/2023).
Masinton memaparkan, penerapan kehati-hatian dalam RUU Perampasan Aset setalah menjadi UU merujuk Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan DIM RUU PPRT Rampung, Siap Dibahas di DPR
Dalam Pasal 28H ayat (4) dijelaskan 'Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun'.
"Karena RUU ini bersifat fundamental dia tidak boleh melanggar prinsip-prinsip yang mendasar, karena konstitusi kita melindungi milik pribadi," ujar Masinton.
Masinton menegaskan, Fraksi PDIP di DPR mendukung agenda pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Termasuk dalam pembahasan RUU Perampasan Aset.
Menurutnya, RUU tersebut adalah langkah progresif untuk mengambil aset, harta barang bukti dari hasil kejahatan. Bukan hanya dari tindak pidana korupsi, tapi juga tindak pidana lainnya.
Baca Juga: Geram! Komisi VI DPR Desak Menteri BUMN Copot Jajaran Direksi BSI
"RUU Perampasan Aset ini diharapkan bisa melakukan pemblokiran, penyitaan yang tentu diawali dengan investigasi," ujar Masinton.
Terlebih, lanjutnya, dalam RUU Perampasan Aset juga memungkinkan Kejaksaan Agung menyita aset hasil kejahatan bagi tersangka atau terdakwa yang meninggal dunia.
"Pada prinsipnya kita menyetujui RUU ini, tinggal pembahasaanya nanti kita penuh dengan kehikmatan, penuh ketelitian agar RUU ini menjadi sempurna," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas