
Pantau - Partai Demokrat merasa gerah dengan sejumlah manuver Presiden Joko Widodo yang kasak-kusuk menjelang pertarungan Pilpres 2024.
Menurut Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani, hal yang dilakukan Presiden Jokowi tersebut jauh dari sikap seorang negarawan. Apalagi, jika benar adanya dugaan untuk menjegal sosok tertentu.
"Pengkondisian pencalonan pasangan tertentu dan upaya menjegal paslon yang tak dikehendaki, menjadi tanda ia tak memiliki komitmen terhadap demokrasi dan jiwa politik kenegarawanan," ujarnya, Senin (8/5/2023).
Baca Juga: PDIP Klaim Jokowi tak Langgar Prinsip Demokratis Undang 6 Ketum Parpol Rapat di Istana
Seorang negarawan, lanjutnya, tentu akan menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja yang didukungnya.
"Seorang negarawan dan demokratis sejati, senantiasa menjadikan daulat rakyat yang dipedomani dan dilayani, bukan daulat tuan," ujar Kamhar.
Ia pun meminta Jokowi untuk belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masa kepemimpinannya berakhir pada 2014. Saat itu, menurutnya, SBY menghadirkan Pemilu 2014 yang demokratis.
"Berhasil menjaga kualitas pemilu yang berlangsung secara demokratis. Alhamdulillah sukses tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," pungkasnya.
Baca Juga: Goda Partai Demokrat Gabung Koalisi Besar, Cak Imin: Mereka Punya Iman Kuat!
Sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, dirinya adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Hal ini menjawab pertanyaan saat dirinya mengundang para Ketua Umum partai politik koalisi pemerintah di Istana Presiden beberapa waktu lalu.
Karena itu, menurutnya adalah hal yang wajar apabila ia berbicara berkaitan dengan situasi politik ketika mengundang enam ketua umum partai politik.
"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya di Sarinah, Jakarta.
Menurut Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani, hal yang dilakukan Presiden Jokowi tersebut jauh dari sikap seorang negarawan. Apalagi, jika benar adanya dugaan untuk menjegal sosok tertentu.
"Pengkondisian pencalonan pasangan tertentu dan upaya menjegal paslon yang tak dikehendaki, menjadi tanda ia tak memiliki komitmen terhadap demokrasi dan jiwa politik kenegarawanan," ujarnya, Senin (8/5/2023).
Baca Juga: PDIP Klaim Jokowi tak Langgar Prinsip Demokratis Undang 6 Ketum Parpol Rapat di Istana
Seorang negarawan, lanjutnya, tentu akan menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja yang didukungnya.
"Seorang negarawan dan demokratis sejati, senantiasa menjadikan daulat rakyat yang dipedomani dan dilayani, bukan daulat tuan," ujar Kamhar.
Ia pun meminta Jokowi untuk belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masa kepemimpinannya berakhir pada 2014. Saat itu, menurutnya, SBY menghadirkan Pemilu 2014 yang demokratis.
"Berhasil menjaga kualitas pemilu yang berlangsung secara demokratis. Alhamdulillah sukses tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," pungkasnya.
Baca Juga: Goda Partai Demokrat Gabung Koalisi Besar, Cak Imin: Mereka Punya Iman Kuat!
Sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, dirinya adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Hal ini menjawab pertanyaan saat dirinya mengundang para Ketua Umum partai politik koalisi pemerintah di Istana Presiden beberapa waktu lalu.
Karena itu, menurutnya adalah hal yang wajar apabila ia berbicara berkaitan dengan situasi politik ketika mengundang enam ketua umum partai politik.
"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya di Sarinah, Jakarta.
- Penulis :
- Aditya Andreas