Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Dugaan Kartel di Balik Kenaikan Tiket Pesawat Serentak, Menhub Budi Karya Buka Suara

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Dugaan Kartel di Balik Kenaikan Tiket Pesawat Serentak, Menhub Budi Karya Buka Suara

Pantau.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mempersilakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memeriksa dugaan kartel soal kenaikan tiket pesawat yang serentak.

"Saya pikir silakan KPPU masuk, KPPU berwenang untuk itu. Jadi, silakan lihat," kata Menhub Budi usai memberikan sambutan kegiatan Training of Trainer "Saya Perempuan Anti Korupsi" di Jakarta, Senin (21/1/2019).

Namun, ia meyakini tidak ada dugaan kartel terkait kenaikan tiket pesawat. "Kalau menurut saya tidak," katanya.

Baca juga: Tiket Pesawat Mahal, Bus Antar Provinsi Laris Manis

Pernyataan tersebut menyusul polemik dugaan praktik kartel antara sesama perusahaan penerbangan. Bukan hanya kenaikan, tetapi juga penurunan tiket dilakukan secara bersamaan. Ditambah industri penerbangan di Indonesia dikuasai oleh dua pemain besar, yakni Garuda Indonesia Group (Garuda Indonesia, Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air) dan Lion Air Group (Lion Air, Batik Air dan Wings Air).

Komisioner KPPU Afif Hasbullah sebelumnya mengatakan masih mendalami dugaan tersebut. "Ini masih indikasi. Kalau nanti menjadi fakta dan data, bisa saja, tidak menutup kemungkinan dilakukan proses lidik," katanya. Praktik kartel dilarang sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Baca juga: Tiket Pesawat ‘Kambing Hitamkan’ Avtur, BUMN: Kita Tak Bisa Rombak Harga

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti sebelumnya juga mengatakan bahwa pemerintah meminta Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Inaca) untuk menurunkan tiket pesawat guna meredam kegaduhan di masyarakat dan menciptakan iklim yang sehat.

Meskipun, lanjut dia, maskapai menghadapi situasi yang berat karena harga avtur yang melonjak dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Ini ada karena mempertimbangkan keluhan masyarakat," katanya.

Penulis :
Widji Ananta