
Pantau.com - Para ektremis yang menjadi pelaku pemboman mematikan pada Paskah di Sri Lanka disebutkan menerima suntikan dana dari badan intelijen negara, kata seorang mantan gubernur kepada penyelidik Parlemen, Rabu, 12 Juni 2019.
Kesaksian Azath Salley, yang mengundurkan diri pekan lalu sebagai Gubernur Provinsi Barat, menjadi bukti tambahan kegagalan keamanan dalam insiden serangan 21 April yang meneaskan 258 orang, seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (13/6/2019).
Serangan bom yang dipimpin oleh ZahranHashim, seorang radikal yang memisahkan diri dari Sri Lanka Thowheeth Jama'ath (SLTJ) untuk membentuk sebuah kelompok ektremis, yakni National Thowheeth Jama'ath (NTJ).
Salley mengatakan kepada Komite Seleksi Parlemen Sri Lanka, bahwa dirinya sudah berkali-kali memperingatkan Presiden Maithripala Sirisena untuk segera bertindak terhadap kelompok tersebut.
Baca juga: Presiden Sri Lanka Bersumpah Hilangkan Terorisme Pasca Tragedi Paskah
"Kementerian Pertahanan membayar Thowheeth Jamaath. Polisi juga berhubungan dengan Thowheet Jamaath," kata Salley dalam transkrip dikutip oleh AFP.
Salley juga mengatakan, mantan Presiden Mahinda Rajapakse memberi dana kelompok Thowheeth Jamaath melalui dinas intelijen hingga tahun 2015. Praktik itu kemudian berlanjur di era Sirisena.
Suntikan dana itu, kata Salley, digunakan untuk melakukan kegiatan mata-mata kelompok lainnya.
Seminggu sebelum serangan itu terjadi, Salley mengatakan dirinya bertemu dengan para pejabat Pertahanan untuk memperingatkan mereka tentang kegiatan ekstremis dan bahaya yang akan datang.
"Jika polisi mengambil tindakan atas informasi yang saya berikan pada saat itu, kami akan mampu menghindari tragedi itu," katanya.
Komite tersebut telah mendengarkan kesaksian dari para pejabat pertahanan maupun pihak kepolisian bahwa keamanan gagal bertindak meski sudah menerima informasi tersebut.
Baca juga: Presiden Sri Lanka Perpanjang Masa Darurat Negara Selama 30 Hari
Presiden Sirisena dilaporkan mendepak kepala intelijennya, Sisira Mendis, di depan Parlemen, dan mengungkapkan bahwa serangan itu sebenarnya bisa dicegah.
Mendis juga mengatakan bahwa Presiden telah gagal mengadakan pertemuan keamanan rutin guna memantau kegiatan dari para ektremis yang dinilai sebagai ancaman.
Sementara itu, Sirisena menolak untuk bekerja sama dengan PSC dan mengatakan kepada perwira senior untuk tidak bersaksi. Namun, Parlemen memperingatkan pegawai sipil mereka akan dikenakan hukuman 10 tahun penjara jika mengabaikan panggilan pemeriksaan.
Sirisena berulang kali membantah bahwa dirinya mengetahui serangan yang menargetkan tiga gereja dan tiga hotel mewah di Sri Lanka.
- Penulis :
- Noor Pratiwi