
Pantau.com - Rider Repsol Honda, Marc Marquez tampil begitu luar biasa setelah merebut gelar juara pada 2018. Ia begitu dominan dengan memastikan trofi juara di lima balapan sisa dari 19 race. Marquez tampak tak terkalahkan, sama seperti ketika ia masih menjadi rookie pada tahun 2013. Pada tahun berikutnya The Baby Alien -julukan Marquez- juga semakin dominan.
Gangguan datang pada tahun 2015, dari Jorge Lorenzo (Yamaha). Keduanya begitu berbeda, tetapi ada satu yang membuat keduanya bersatu yakni memiliki kewarganegaraan Spanyol. Spanyol memiliki potensi pembalap yang luar biasa dalam arena MotoGP. Sebut saja, Maverick Vinales (Yamaha) yang saat ini berjuang untuk menjadi rider andalan.
Selain itu, harapan besar juga jatuh kepada Alex Rins (Suzuki Ecstar), di tahun pertamanya, ia banyak mengalami cedera, tetapi di musim ini Rins tampil begitu percaya diri.
Baca juga: 5 Pembalap MotoGP 2019 dengan Gaji Terbesar
Berbicara pembalap Spanyol, saat ini MotoGP seakan dikuasai oleh rider asal Negeri Matador itu. Sebut saja juara Moto3, Joan Mir, ia mampu meraih podium pertamanya hanya dalam balapan kelima Moto2 dan mengakhiri klasemen akhir di posisi 6. Kini, ia bergabung bersama Alex Rins di Suzuki Ecstar.
Secara statistik, ketika Dorna mengambil alih pada tahun 1992, Inggris baru saja dikalahkan oleh Amerika dalam jumlah total kemenangan ajang premier class.
Tetapi para pembalap AS yang begitu digdaya memiliki dominasi yang relatif pendek. Ini dimulai dengan Kenny Roberts, ada juga Schwantz dan Rainey. Total ada 154 kemenangan lomba yang membuat mereka berada di posisi kedua secara keseluruhan.
Italia lah yang mampu melompat ke puncak, total sudah ada 238 kemenangan terutama berkat Rossi (89), tetapi dengan banyak bantuan dari pembalap terdahulu.
Memupuk Pembalap Muda di Usia Dini
FIM CEV. (Foto: Box Repsol)
Spanyol? Nah, pada break point 1992, jumlah kemenangan mereka justru nol. Saat ini, setelah Marquez menang di Perancis tercatat sudah 145 poin, dan ini akan terus bertambah.
Kesuksesan rider Spanyol berawal di kelas terendah, di mana penghitungan 13 gelar Angel Nieto tetap tak terkalahkan. Kemenangan kelas utama pertama datang dari Alex Criville di tahun pertama Dorna terbentuk.
Criville memenangkan gelar pada tahun 1999, ini membuka peluang tumbuh kembang para calon pembalap muda di masa depan. Pada 2010, Lorenzo dan Dani Pedrosa bersaing di klasemen. Bagaimana ini bisa terjadi? Bukan karena kecelakaan, dan bukan karena uang. Tiap masalah pasti bisa dituntaskan. Ini terjadi karena didukung dengan kemurahan hati orang-orang seperti Repsol dan Telefonica Movistar yang kemudian membuat Dorna tergerak meihat kerja sama ini.
Spanyol mengadakan program balap yang berfokus pada bakat muda, ini dilakukan untuk mencuri perhatian dunia. Mantan juara dunia MotoGP Alberto Puig, sekarang mengelola tim Repsol Honda, tetap menjadi tokoh kunci, dimana mantan pembalap Repsol, Dani Pedrosa tumbuh dari penemuannya.
Baca juga: Bos Yamaha: Dengan Segala Hormat, Rossi Tak Lagi Ada Prospek di MotoGP
Ini baru permulaan. Program-program ini melahirkan pertumbuhan. Mereka pun berterima kasih berkat dorongan langsung dari Dorna, seperti mengadakan kejuaraan nasional Spanyol - CEV (Campeonata de Espana de Velocidad) - secara pro-aktif, ini dibuka untuk pembalap asing.
Hasilnya, sekitar 10 tahun kemudian, CEV mengambil alih kejuaraan tradisional Eropa untuk menjadi 'Kejuaraan Dunia Junior' secara resmi. Tahun lalu, kelas pemula baru ditambahkan.
Namun, visi Dorna bukan Spanyol. Mereka juga menjaring balapan internasional, seperti mendukung Red Bull memprakarsai Piala Rookie pada 2007, merekrut anak-anak agar dapat mencalonkan diri sebagai rider di MotoGP. Hasilnya, juara pertama adalah Johann Zarco yang musim lalu tampil mengesankan bersama tim satelit Yamaha.
Italia Siap Bersaing
Valentino Rossi. (Foto: Motorsport)
Nah, lantas berapa lama bagi negara-negara lain untuk bisa mengejar Spanyol? Italia dapat memberikan beberapa inspirasi. Setelah pergantian abad, pendukung kelas terkecil ini, dari mana, tentu saja, datanglah Rossi, Dovizioso dan yang lainnya. Pada 2010, tahun triple-title pertama diraih Spanyol, hanya ada satu orang Italia di 20 besar dari kelas 125, yaitu Simone Grotzkyj.
Situasi itu telah terbalik, berkat inisiatif pribadi dari Valentino Rossi, ia membuat sebuah pelatihan di sebuah peternakan Tavullia. Ia membawa fokus dan profesionalisme baru, dan telah menghasilkan kesuksesan pembalap muda seperti meraih gelar Moto2 2017 Franco Morbidelli.
Sekarang ada lebih banyak orang Italia di grid Moto2 dan Moto3 daripada orang Spanyol. Di ketiga kelas, dari total 84 pembalap, 22 adalah Spanyol dan 23 Italia.
Fokus, profesionalisme dan visi adalah kuncinya. Ini masalah menerapkan pemikiran bisnis ke olahraga. Spanyol melihat cara untuk melakukannya terlebih dahulu.
- Penulis :
- Kontributor RZS