Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Kerusuhan Terjadi di Perbatasan, Maduro Lancarkan Demo Tandingan

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Kerusuhan Terjadi di Perbatasan, Maduro Lancarkan Demo Tandingan

Pantau.com - Kerusuhan pecah di kota perbatasan Venezuela pada Sabtu (23 Februari 2019) karena Presiden Nicolás Maduro memblokir bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui Kolombia dan Brasil.

Pasukan militer menembakkan gas air mata dan peluru karet pada sukarelawan yang berusaha mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan tersebut.

Dikutip BBC, sejumlah orang juga tertembak timah panas, lapor kelompok hak asasi manusia. Setidaknya dua orang tewas. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengecam serangan terhadap penduduk sipil, yang dia sebut dilakukan oleh 'kelompok preman Maduro'.

"Simpati terdalam kami bagi keluarga mereka yang tewas karena aksi kriminal ini. Kami mendukung tuntutan mereka atas keadilan," cuit Pompeo, menyusul bentrokan yang terjadi di perbatasan Venezuela.

Baca juga: Terima Bantuan Medis dari Rusia, Maduro Sampaikan Terima Kasih ke Putin

Dia juga menyebut aksi pembakaran truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan sebagai "tindakan yang memuakkan".

Pemimpin oposisi Juan Guaidó, yang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara dan juga pihak yang mengelola bantuan internasional bagi Venezuela, mengecam tindakan keras pasukan militer.

Guaidó, yang diakui sebagai pemimpin Venezuela oleh negara-negara Barat, akan bertemu dengan Wakil Presiden AS Mike Pence pada Senin (25/2/2019) di Bogota, Kolombia.

Dia juga akan bertemu dengan para pemimpin dari kawasan regional, Lima Group, kendati ada larangan perjalanan yang dijatuhkan pemerintahan Maduro atas namanya.

Pada Sabtu (23/2) malam, Guaidó mencuit dalam bahasa Spanyol, yang meminta komunitas internasional untuk "terbuka pada semua kemungkinan" untuk "membebaskan" Venezuela dari tangan Maduro - yang terus bersikukuh menolak mundur dari jabatannya.

Baca juga: Pertama Kalinya, Pemimpin Oposisi Venezuela Keluarkan Keputusan Presiden

Apa sebab terjadinya kerusuhan?

Guaidó mengatur pengumpulan ratusan ton bantuan internasional di perbatasan Venezuela. Dia memberi pemerintah tenggat waktu hingga Sabtu (23 Februari 2019) untuk membuka perbatasan dan mengizinkan bantuan masuk ke Venezuela. Jika tidak, dia bersumpah ratusan ribu sukarelawan akan mengambil sendiri bantuan tersebut dan mendistribusikannya pada penduduk.

Sebagai balasan, Presiden Maduro menutup sebagian perbatasan dengan Kolombia dan Brasil dan menekankan adanya ancaman pada keamanan dan kedaulatan negara.

Pada Sabtu, warga Venezuela berusaha melintasi perbatasan untuk mengambil bantuan kemanusiaan, termasuk di antaranya makanan dan obat-obatan.

Baca juga: Untuk Alasan Keamanan, Maskapai Perancis Batalkan Penerbangan ke Venezuela

Namun pasukan keamanan menghalangi dan menembakkan gas air mata pada para sukarelawan. Di sisi lain, warga yang marah membakar pos pengawasan serta melemparkan batu pada tentara dan pasukan anti huru-hara.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan dua orang, termasuk remaja berusia 14 tahun, tewas tertembak saat kerusuhan pecah di Santa Elena de Uairen, dekat perbatasan Brasil. Sementara dua orang lainnya juga dilaporkan tewas pada Jumat di wilayah yang berdekatan.

Amnesty International menyebut penggunaan senjata api terhadap demonstran melanggar hak asasi manusia, dan termasuk kejahatan dalam hukum internasional.

Selain itu, terdapat laporan bahwa beberapa truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan dibakar. Tindakan yang disebut Guaidó melanggar Konvensi Jenewa.

Pemerintah Kolombia memperkirakan, hingga pukul 19.00 waktu setempat (06.00 WIB), jumlah yang terluka akibat kerusuhan perbatasan sekitar 300 orang.

Baca juga: Perbatasan Laut Kepulauan Antiles Venezuela Kembali Dibuka, AS Makin Berkuasa?

Jurnalis di lokasi melaporkan beberapa demonstran mengalami luka parah, termasuk kehilangan penglihatan akibat gas air mata.

Guaidó mengunjungi Jembatan Tienditas di sisi Kolombia di perbatasan, di mana dia membujuk pasukan keamanaan Venezuela untuk meninggalkan pos mereka dan menjanjikan "amnesti" jika mereka bergabung dengan "pihak yang benar".

Setidaknya 60 tentara membelot ke pihak Guaidó pada Sabtu malam, menurut layanan imigrasi Kolombia. Meskipun begitu, mayoritas militer masih setia pada Presiden Maduro.

Sebuah video yang beredar di media sodial memperlihatkan empat orang tentara membelot dari pihak Maduro dan mendukung Guaidó.

"Kami adalah ayah dan anak, kami sudah cukup merasakan ketidakpastian dan ketidakadilan," kata mereka dalam video tersebut.

Penulis :
Nani Suherni