
Pantau.com - Pengamat Ekonomi Suroto menyebut koperasi di Indonesia menghadapi masalah yang mendasar sehingga tidak bisa bersaing dalam bisnis modern dan cenderung terkesan sebagai penerima belas kasihan.
"Tanpa bermaksud mengkerdilkan peranan koperasi, koperasi di Indonesia menghadapi masalah paradigmatik yang mendasar, sehingga terlempar jauh dari lintas bisnis modern, dan sebagai organisasi pergerakan dikesankan hanya sebagai penerima belas kasihan," kata Suroto yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Baca juga: Awas! Ada Koperasi Patok Bunga 30 Persen, OJK Minta Sobat Pantau Hati-hati
Ia melihat anak muda tidak banyak yang tertarik untuk mengembangkan koperasi sebagai modus operandi bisnis yang berkeadilan dan lebih memilih model badan usaha privat perseroan sebagai pilihan.
Secara ekonomi, berdasarkan data Kemenkop dan UKM (2018) kontribusi koperasi hingga 2017 baru 4,99 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
"Organisasinya juga masih dipandang sebelah mata karena alih-alih menjadi gerakan perubahan sosial dan dianggap sebagai lembaga bisnis yang kapabel, koperasi masih dianggap sebagai organisasi kecil yang hanya mengurus usaha simpan pinjam dalam skala mikro," katanya.
Hal tersebut, kata dia, sebetulnya wajar terjadi, sebab koperasi atau bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi yang merupakan sistem ekonomi Indonesia memang tidak memiliki seperangkat prasyarat untuk tumbuh dan berkembang sebagai ekosistem bisnis dan organisasi.
Sebagai bahan pembelajaran dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, misalnya koperasi tidak diajarkan atau dijadikan sebagai bagian penting dari kurikulum pendidikan nasional.
Baca juga: Waduh... Koperasi Kok Bisa Kepincut Pinjaman Online?
Pada akhirnya, Indonesia mengalami defisit pakar, penggerak, dan tenaga profesional yang andal dan mampu menangani masalah koperasi. "Tak hanya itu, produk regulasi sebagai alat rekayasa sosial yang penting dalam membentuk paradigma di masyarakat juga tidak mengarah untuk membentuk paradigma koperasi yang baik," katanya.
Menurut dia, Indonesia telah meninggalkan terlalu lama sistem kerja koperasi untuk menangani masalah serius bangsa ini.
"Kita harus mengupayakan perubahan paradigma dan sekaligus melakukan reformasi regulasi yang menyangkut koperasi, termasuk UU Perkoperasian yang sedang dibahas di tingkat panitia kerja parlemen saat ini. Jangan lagi kita mendustai konstitusi, kecuali kita ingin memperpanjang sejarah kegagalan kita dalam membangun sistem demokrasi ekonomi," katanya.
- Penulis :
- Widji Ananta