
Pantau.com - Nasi telah menjadi bubur, mungkin kalimat itu pas untuk menggambarkan debat kedua Calon Presiden 2019 yang berlangsung semalam.
Banyak pihak yang menyayangkan kedua capres, mulai dari salah data hingga tak menyinggung soal beberapa aspek. Salah satunya soal data pangan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin menyatakan harusnya calon presiden nomor urut 02 Prabowo mengkritik data impor pangan yang disampaikan oleh calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo.
"Harusnya sih ya dikritik kan katanya data tidak impor tidak sesuai serta menjanjikan swasembada pangan di awal, tapi entah kenapa malah diam saja, mungkin Pak Prabowo ada pertimbangan lain," kata Bustanul Arifin, Senin (18/2/2019).
Baca juga: Pak Jokowi Maaf..... Pengamat Ragu Data Impor Beras Anda
Ia menilai tidak maksimalnya debat bisa jadi disebabkan karena konsep debat yang singkat. Namun, Bustanul juga memberikan apresiasi kepada Jokowi telah menyajikan data yang paling terbaru soal impor beras. Selama ini data impor beras beberapa kali sering jadi polemik, namun saya apreasiasi Jokowi sudah menggunakan data yang terbaru, kata Guru besar tersebut.
Ia mengatakan Jokowi memiliki celah untuk disanggah ketika menjawab impor beras adalah untuk antisipasi cadangan pangan nasional, karena menurutnya itu jawaban politis.
Tapi nampaknya peluang tersebut tidak dimanfaatkan Prabowo. Sebelumnya, Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo menyatakan bahwa impor beras yang dilakukan adalah dalam rangka untuk menjaga ketersediaan stok pangan Nusantara.
"Mengapa kita impor? untuk menjaga ketersediaan stok, untuk stabilisasi harga," kata Jokowi dalam Debat Capres 2019 Putaran Kedua di Jakarta, Minggu (17 Februari 2019).
Baca juga: Kritik Impor Pangan, Rizal Ramli: Mohon Maaf Pak Jokowi Anda Tidak Kredibel
Menurut dia, pemerintah harus memiliki cadangan pangan baik untuk bencana maupun cadangan pangan bila mengalami kondisi gagal panen. Jokowi mengakui produksi beras pada tahun 1984, Republik Indonesia memang telah swasembada.
Pada tahun 1984 itu, produksi padi mencapai 21 juta ton, sedangkan pada 2018 produksi beras mencapai 33 juta ton. Dengan tingkat konsumsi sekitar 29 juta ton, berarti ada surplus sekitar 2,8 juta ton.
- Penulis :
- Nani Suherni