
Pantau.com - Perkembangan industri teknologi digital kini menjamur di segala bidang. Mulai dari platform media sosial, hingga platform musik dan film digital banyak digunakan saat ini.
Namun ternyata, belum ada kebijakan yang mengatur pajak platform-platform tersebut. Terkait hal tersebut, Kementerian Keuangan saat ini masih menunggu hasil studi The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Organisasi tersebut nantinya untuk menetapkan acuan skema pemajakan terhadap industri digital. OECD diminta negara-negara G20 untuk melakukan kajian skema pemungutan tersebut.
"Hampir di setiap rapat G20 dalam beberapa tahun terakhir, sampai dengan G20 menugaskan OECD membuat studi yang akan dilaporkan segera seperti apa seharunsya konsep pemajakan ini ditingkat internasional, nanti harapan kita hasil studi ini jadi acuan," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Baca juga: Wow! Banggar Minta Kenaikan Gaji TNI dalam Belanja Pemerintah Pusat
Selama ini pemerintah menggunakan skema pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen, namun untuk industri digital belum memiliki landasan hukumnya.
Ia memberikan contoh, platform musik digital Spotify yang dapat digunakan berbayar melalui tarif langganan belum terdapat PPN di dalamnya, sebab pajak tersebut juga belum bisa dipastikan akan masuk kemana.
"Sekarang bayangkan kalau mau memajaki PPN atas lagu yang ada di handphone, yang harusnya memungut siapa? Ada lagu di spotify, bayar per bulan, harusnya dalam Rp60 ribu, 10 persen PPN tapi sekarang Rp60 ribu yang nerima perusahaan yang di sana, yang dibayar lewat operator, jadi sekarang wajib pungutnya siapa? nah ini sekarang yang sedang kita tangani," paparnya.
Baca juga: Gerindra Sarankan Rupiah 2020 Contoh Era Habibie, Rp6.500 per Dolar AS
Belum ada pula badan yang bertugas menarik pajak tersebut. Namun kata dia Australia sudah menjalankan skema penarikan pajak ini dengan menentukan wajib pungut.
"Itu belum bisa kita tentukan dia di luar negeri, jadi kalau nanti kita melakukan review peraturan perundang-undangan itu nanti yang akan kita tangani bisa dinyatakan perusahan luar negeri sebagai wajib pungut sehingga dia memungut dan menyetorkan ke kas negara. Ini sudah ada di lakukan di beberapa negara, yang saya tahu persis Australia," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni