
Pantau.com - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan perdagangan orang yang menjual korban ke negara Timur Tengah. Dalam kasus itu, delapan orang ditetapkan sebagai tersangka.
Delapan orang tersangka itu terbagi menjadi empat kelompok negara, yakni, Suriah, Arab Saudi, Maroko, dan Turki.
Untuk kelompok Turki, terdapat dua orang tersangka yakni, Erna Rachmawati, dan Saleha. Kelompok Suriah, dengan tersangka Muhammad Abdul Halim Herlangga.
Baca juga: Bayi yang Dikandung Wanita Tewas di Jaktim Berkelamin Laki-laki
Sedangkan, untuk kelompok Arab Saudi dan Maroko, lima orang ditetapkan sebagai tersangka yang dua di antaranya merupakan warga negara asing (WNA). Kelimanya yakni, Neneng Susilawati, Abdalla Ibrahim Abdalla (WNA), Faisal Hussein Saeed alias Faizal (WNA), Mutiara, dan Farhan bin Abuyarman.
Karo Penmas Div Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan dari jaringan itu telah menjual lebih dari ribuan warga negara Indonesia (WNI) sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
"Ini kasus terbesar yang pernah ditangani Polri. Korbannya lebih dari 1.000 orang. Ada empat negara tujuan dan kasus ini akan dikembangkan terus," ucap Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Sementara, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan, dalam melancarkan aksinya para tersangka mengelabui korbannya dengan cara mengiming-imingi gaji yang besar. Setiap korbannya, ditawari gaji sebesar Rp7 juta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Selain itu, kebanyakan para korbannya berasal dari wilayah Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Korban ini kebanyakan berasal dari daerah NTB dan Jawa Barat. Mereka dijanjikan bekerja jadi pembantu rumah tangga dengan gaji yang besar," kata Herry.
Baca juga: Sesosok Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Daun Pisang di Jakarta Timur
Tak hanya mengelabui dengan iming-iming gaji besar, lanjut Herry, para tersangka juga memberikan uang senilai Rp4-5 juta kepada korban yang ingin ikut bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Namun, bagi korban yang membatalkan ikut serta, para tersangka akan meminta kepada korbannya untuk mengembalikan uang tersebut.
"Jadi agen yang merekrut korban ini malah beri uang kepada korban kisaran Rp4 juta-Rp5 juta. Kemudian ongkos pembuatan dokumen dan yang lainnya diurus oleh agen. Tapi kalau korban batal berangkat, harus kembalikan uang itu," papar Herry.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.
rn- Penulis :
- Adryan N