
Pantau.com - Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan, desakan untuk tidak melantik Nurul Ghufron sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah pelanggaran hukum.
"Pimpinan KPK dipilih berdasar UU KPK (UU 30/2002). Dalam UU tersebut disebutkan, syarat pimpinan KPK minimal 40 tahun," kata Robikin Emhas di Jakarta.Baca juga: WP KPK Harap Idham Azis Ungkap Kasus Novel dalam 100 Hari Kepemimpinannya
Desakan ini muncul karena dalam UU KPK hasil revisi disebutkan minimal umur pimpinan KPK adalah minimal 50 tahun, sedangkan umur Nurul Gufron saat ini baru 45 tahun (lahir 22 September 1974).
Robikin Emhas mengatakan bahwa Nurul Ghufron dipilih berdasar UU KPK nomor 30/2002, dimana norma UU ada asas, antara lain asas non-retroaktif. Dia juga menjelaskan, dalam hukum pidana asas tersebut bahkan diderivasi.
"Undang-undang tidak berlaku surut. Norma UU dan pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan asas hukum. Jika terjadi perubahan UU, ketika law enforcement sedang berlangsung, maka tersangka atau terdakwa dikenakan hukum yang paling meringankan baginya," katanya.
Robikin mengatakan, faktanya pimpinan KPK dipilih berdasar UU 30/2002 dan secara hukum UU tidak boleh berlaku surut. "Oleh karena itu, baik berdasarkan fakta maupun hukum, tidak ada alasan untuk tidak melantik Nurul Ghufron sebagai Pimpinan KPK. Sebaliknya, tidak melantik Nurul Ghufron justru merupakan pelanggaran hukum," katanya.
Baca juga: Mentan Syahrul Yasin Limpo Telah Laporkan LHKPN 2019 ke KPK
Komisi III DPR RI telah memilih lima nama pimpinan KPK baru untuk periode 2019-2023 dan salah satu nama yang terpilih adalah Nurul Ghufron yang merupakan satu-satunya pimpinan KPK terpilih yang berlatar belakang akademisi.
Ghufron menjadi pimpinan KPK dengan mengantongi 51 suara dalam voting yang digelar oleh Komisi III DPR pada Jumat 13 September 2019.
- Penulis :
- Widji Ananta








