
Pantau - Pemerintah akan menaikkan tarif listrik bagi golongan rumah tangga berdaya 3.500 VA ke atas (golongan R2-R3) dan pemerintah mulai triwulan III atau pada 1 Juli 2022. Perang Rusia-Ukraina disinyalir menjadi salah satu penyebab kenaikan tarif listrik.
Pemerintah melihat ada kecenderungan harga minyak naik signifikan akibat masih dipengaruhi krisis global dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina
Pasalnya pemerintah semula membuat asumsi bahwa harga minyak mentah (ICP) sebesar 63 dolar AS per barel. Namun harga ICP melonjak naik 65 persen atau menjadi sebesar 104 dolar AS per barel seiring terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Apabila mengacu outlook biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLN pada tahun ini, pembelian bahan bakar minyak mencapai Rp22,67 triliun atau 17,79 persen dari total pembelian bahan bakar yang Rp127,45 triliun.
"ICP yang sangat dominan mempengaruhi BPP dan mendorong kami untuk menyesuaikan tarif," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana sebagaimana dilansir dari Antara, Jumat (17/6/2022).
Rida juga menjelaskan faktor inflasi juga menjadi penyebab kebijakan menaikkan tarif listrik tersebut. Pemerintah memilih penyesuaian tarif listrik pada golongan pelanggan rumah tangga nonsubsidi dan pemerintah agar tidak berdampak signifikan terhadap inflasi.
Menurut dia, asumsi awal inflasi berada pada angka 0,25 persen, namun hingga April 2022 perkembangan inflasi telah menembus angka 0,95 persen.
"Kami sangat selektif hanya untuk pelanggan R2 dan R3 dan mempertimbangkan juga kecenderungan inflasi yang berkembang terakhir ini," terang Rida.
Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril mengatakan pihaknya terus meningkat efisiensi dengan fokus utama penggunaan bahan bakar atau campuran energi untuk mengurangi bahan bakar yang harganya mahal, salah satunya pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar minyak.
Tak hanya itu, PLN juga mendorong pemanfaatan teknologi agar energi yang dihasilkan bisa lebih besar ketimbang bahan bakar yang digunakan pada sektor pembangkitan.
Pemerintah melihat ada kecenderungan harga minyak naik signifikan akibat masih dipengaruhi krisis global dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina
Pasalnya pemerintah semula membuat asumsi bahwa harga minyak mentah (ICP) sebesar 63 dolar AS per barel. Namun harga ICP melonjak naik 65 persen atau menjadi sebesar 104 dolar AS per barel seiring terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Apabila mengacu outlook biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLN pada tahun ini, pembelian bahan bakar minyak mencapai Rp22,67 triliun atau 17,79 persen dari total pembelian bahan bakar yang Rp127,45 triliun.
"ICP yang sangat dominan mempengaruhi BPP dan mendorong kami untuk menyesuaikan tarif," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana sebagaimana dilansir dari Antara, Jumat (17/6/2022).
Rida juga menjelaskan faktor inflasi juga menjadi penyebab kebijakan menaikkan tarif listrik tersebut. Pemerintah memilih penyesuaian tarif listrik pada golongan pelanggan rumah tangga nonsubsidi dan pemerintah agar tidak berdampak signifikan terhadap inflasi.
Menurut dia, asumsi awal inflasi berada pada angka 0,25 persen, namun hingga April 2022 perkembangan inflasi telah menembus angka 0,95 persen.
"Kami sangat selektif hanya untuk pelanggan R2 dan R3 dan mempertimbangkan juga kecenderungan inflasi yang berkembang terakhir ini," terang Rida.
Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril mengatakan pihaknya terus meningkat efisiensi dengan fokus utama penggunaan bahan bakar atau campuran energi untuk mengurangi bahan bakar yang harganya mahal, salah satunya pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar minyak.
Tak hanya itu, PLN juga mendorong pemanfaatan teknologi agar energi yang dihasilkan bisa lebih besar ketimbang bahan bakar yang digunakan pada sektor pembangkitan.
- Penulis :
- Muhammad Rodhi