
Pantau.com - Menteri Sosial, Idrus Marham mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa angka kemiskinan Indonesia hingga Maret 2018 sebesar 9,82 persen atau mencapai 25,95 juta orang. Angka tersebut turun 633,2 ribu orang dari sebelumnya 26,58 juta atau 10,12 persen.
Angka tersebut dinilai menunjukkan bahwa bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera (Rastra), hingga Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sudah memberikan dampak. Sehingga ia meminta agar tidak ada tafsiran-tafsiran mengenai angka kemiskinan.
Baca juga: SBY Sebut Rakyat Miskin Capai 100 Juta, BPS: Bisa Tunjukkan Sumber Datanya?
"Alhamdulillah sepeti yang kita lihat sekarang yaitu 9,82 persen setara 25,95 juta orang, yang perlu dijelaskan, supaya nanti di lapangan jangan ada ahli tafsir mendadak kemarin sudah mulai muncul ada yang merespon macam-macam sampai Pak Kecuk (Kepala BPS) menyampaikan saya tidak main angka. Angka ini betul-betul potret kehidupan masyarakat Indonesia," ujarnya di hadapan pemimpin daerah yang menghadiri rapat koordinasi PKH dan Penurunan Angka Kemiskinan, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018).
Idrus menambahkan, metodologi survei yang digunakan BPS sudah konsisten sejak tahun 1998 sampai hari ini. Mantan sekretaris jenderal Partai Golkar ini menambahkan metodologi tersebut sudah dipakai sejak beberapa pergantian kepemimpinan namun baru saat ini dipermasalahkan.
"Sudah berapa kali pergantian pemimpin bangsa metodologinya tetap sama. Jadi, kalau mempermasalahkan ini kenapa baru dipermasalahkan kemarin-kemarin tidak," ungkapnya.
Baca juga: Catat! Penerima Bansos Dilarang Merokok
Pihaknya juga mengaku telah menjelaskan bahwa garis kemiskinan yang digunakan di Indonesia adalah dengan batasan Rp401 ribu, angka tersebut diklaim lebih rendah dari batasan garis kemiskinan internasional sebesar Rp321 ribu.
"Kalau kita menggunakan angka yang digunakan internasional angka kemiskinan kita turun lagi jadi 4,6 persen, kita kalau mau gunakan saja angka internasional, berarti dengan bangga seluruh Kepala Dinsos, Bulog Himbara pakai 4,6 persen saja. Tapi kan kita gunakan Rp401 ribu hasilnya 9,82 persen," paparnya.
Lebih lanjut Idrus mengatakan hal tersebut perlu diketahui sebab seringkali menjadi isu politik terutama menjelang tahun politik. Pihaknya menegaskan bahwa angka yang digunakan berbasis data bukan politik.
"Apalagi menghadapi tahun politik ini, biasanya paling sensitif paling bisa dinamika ini, angka kemiskinan ini yang paling bisa dimainkan," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni