
Pantau.com - Pemerintah sedang meninjau ulang 900 jenis barang impor. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menekan defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/2015 dan PMK 34/2017 saat ini PPh impor telah dikenakan sebesar 2,5 persen hingga 10 persen. Namun saat ini sedang dikaji kembali terkait besaran dan jenis barangnya.
"Ini kita kaji mana (komoditas) yang sudah ada produksi dalam negeri, yang diproduksi UMK, kemudian mana yang multiplier effect di perekonomiannya tinggi," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (24/8/2018).
Baca juga: Bukan 500! Tapi 900 Barang Impor akan Direview Pemerintah
Lebih lanjut kata dia, data komoditas tersebut akan disesuaikan dengan daya impor yang dimiliki Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Ia menambahkan, sejak adanya Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT), daftar barang impor sudah lebih rinci.
"Itu mau kita cocokin semua dan kita akan melakukan kenaikan tarif PPh impornya, dari sekarang yang sudah kena itu akan kita naikan," ungkapnya.
Ia mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk mendorong masyarakat menggunakan produksi dalam negeri. Langkah ini dinilai akan memberikan dampak mengurangi impor sehingga dapat menekan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
"Ini tentang menjaga neraca pembayaran dan mengurangi defisit transaksi berjalan," katanya.
Baca juga: Ekonom Pastikan Ekonomi AS akan Melambat Pasca Perang Dagang
Untuk diketahui sebelumnya peninjauan ulang terhadap barang impor ditinjau pada 500 jenis barang namun saat ini mencapai 900 jenis barang yang ditinjau ulang untuk menekan defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
"Jangan terpaku dengan yang 500, tapi akan ada sinyal kebijakan untuk menggunakan produksi dalam negeri lebih banyak, kita akan mereview, kalau yang eksisting sekarang sudah ada 900, kedepannya akan berapa? kita lihat dulu," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni