
Pantau.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat kondisi listrik di salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) surplus. Dari program 35 ribu MegaWatt (MW) di NTB teralokasi sebesar 500MW (1,4 persen) sementara Lombok 400 ME dan Sumbawa 100 MW.
Kendati demikian Peneliti LIPI Maxensius Tri Sambodo mencatat rasio elektrifikasi di wilayah sekitar KEK Mandalika justru dinilai lebih kecil dari beberapa wilayah lainnya sebesar 78,79 persen. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan NTB sebesar 84,23 persen, dan Pulau Lombok sebesar 82,98 persen.
"Eksisting listrik NTB sudah surplus, hanya memang 50 persen masih menggunakan pembangkit batubara, kita tentunya berharap rasio elektrifikasi tinggi tapi di Lombok tengah relatif tertinggal (sebesar) 78,79 persen," ujarnya saat jumpa pers di Widya Graha, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Baca juga: LIPI Sebut KEK Pariwisata 'Melempem', Kenapa?
Ia menilai seharusnya dengan jumlah investasi yang cukup besar di bidang kelistrikan dapat mendorong kehadiran investor.
"Secara umum, mereka mengatakan tidak ada masalah listrik yang mengganggu KEK tapi mereka mempertanyakan, masih belum ada investor, kenapa enggak datang-datang padahal investasi sudah besar tapi investor belum masuk, ini perlu diperbaiki," ungkapnya.
Sebelumnya, ia memaparkan ada yang terlupakan dalam tujuan pembangunan KEK. Ia menilai seharusnya Kawasan Ekonomi Khusus didesain seperti laboratorium dimana kebijakan-kebijakan baru bisa diujicobakan di kawasan tersebut, bila berjalan efektif maka bisa diterapkan secara keseluruhan.
"Sebetulnya kawasan ekonomi khusus didesain seperti laboratorium, insentif efektif gak sebelum nasional dilakukan di zona khusus dulu kalau berhasil diterapkan di yang lain. Sehingga kalau berhasil direplikasi," katanya.
Baca juga: Ketipu Flash Sale Olshop? Ternyata Ada Tipu-tipu dari Karyawan, Ini Buktinya
Hal inilah yang menjadi tantangan sebab KEK di Indonesia dianggap belum ada yang berjalan dengan betul-betul optimal namun sudah dibangun di banyak titik belum memiliki branchmark.
"Kondisinya di Indonesia disini belum berhasil dibikin disini, disini lagi jalan, disana dibangun kita gak punya branchmark. Di negara lain kalau sudah berhasil baru dipakai di (KEK/wilayah) yang lain, eksperimen ini kita kurang, kita lebih banyak number-nya dibandingkan kualitas KEK itu sendiri," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni