
Pantau - Desakan pemberhentian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari semua jabatan publik menguat. Ini lantaran Menkeu yang dinilai telah melakukan pembohongan publik, terutama kepada para anggota Badan Anggaran (Banggar DPR).
Gara-garanya, dalam rapat bersama anggota Banggar) DPR tempo hari, Menkeu menyatakan, utang Indonesia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Sri Mulyani memberi contoh, selama periode 2018-2022, utang Indonesia naik 206,5 miliar dolar AS, dan ekonomi (PDB) nominal naik 276,1 miliar dolar AS,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Tetapi yang mengejutkan, sambung dia, Sri Mulyani kemudian menyatakan, setiap 1 dolar AS tambahan utang membuat ekonomi naik 1,34 dolar AS atau sama dengan 276,1 miliar dolar AS.
Anthony pun melihat gambar yang diambil dari slide presentasi Menkeu di Banggar dengan tema ‘Kebijakan Fiskal Indonesia Efektif Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Termasuk di Masa Pandemi.’
[caption id="attachment_377768" align="alignnone" width="1600"]
Sumber: Dok. Pribadi Anthony Budiawan[/caption]
Pernyataan Sri Mulyani, kata dia, secara eksplisit mengatakan, utang merupakan satu-satunya faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi naik. Semua pertumbuhan ekonomi sebesar 276,1 miliar dolar AS disebabkan oleh tambahan utang 260,5 miliar dolar AS.
“Seolah-olah, faktor atau variabel lainnya, seperti konsumsi rumah tangga atau investasi, menurut Sri Mulyani, tidak berperan sama sekali, alias nihil, dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” timpal Anthony.
Tentu saja, ditegaskan dia, pernyataan Sri Mulyani ini tidak benar, bermakna membodohi publik, dan membohongi anggota Banggar DPR secara langsung. “Karena, seolah-olah, pertumbuhan ekonomi hanya bersumber dari utang. Seolah-olah, tanpa utang, tidak ada pertumbuan ekonomi,” tukas dia.
Faktanya, dia membeberkan, sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi rumah tangga, investasi dan net ekspor (ekspor-impor). Kontribusi masing-masing 39,8 persen, 19,1 persen dan 18,2 persen untuk periode 2018-2022. Lihat tabel 1.
[caption id="attachment_377771" align="alignnone" width="1600"]
Sumber: Dok Pribadi Anthony Budiawan[/caption]
Sedangkan sumber pertumbuhan ekonomi dari konsumsi pemerintah hanya 3,5 persen, atau Rp168,2 triliun dari total pertumbuhan ekonomi sebesar Rp4.751,0 triliun.
Perlu dicatat, kata dia, pertumbuhan konsumsi pemerintah Rp168,2 triliun tersebut sudah termasuk penambahan utang pemerintah sebesar Rp3.272,2 triliun selama periode 2018-2022.
Dengan kenaikan konsumsi pemerintah sebesar Rp168,2 triliun, dan kenaikan ekonomi sebesar Rp4.751 triliun, tidak berarti, setiap kenaikan Rp1 konsumsi pemerintah, membuat ekonomi naik Rp27,2.
“Pernyataan seperti itu sangat menyesatkan. Karena, banyak faktor lainnya yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi: konsumsi rumah tangga, investasi dan net ekspor,” timpal Anthony.
Lebih menyesatkan lagi, ditegaskan dia, kalau mengatakan, penambahan utang (atau defisit anggaran) Rp3.272,2 triliun tersebut (yang sebenarnya sudah termasuk bagian dari penambahan konsumsi pemerintah sebesar Rp168,2 triliun) membuat ekonomi naik Rp4.751 triliun.
“Seolah-olah ada hubungan langsung dan satu-satunya faktor, antara tambahan utang dengan kenaikan ekonomi. Atau setiap Rp1 tambahan utang membuat ekonomi tumbuh Rp1,45, seperti diilustrasikan di tabel 5, dengan mengikuti logika dari pernyataan Sri Mulyani di rapat bersama Banggar DPR,” papar dia.
[caption id="attachment_377775" align="alignnone" width="1600"]
Sumber: Dok. Pribadi Anthony Budiawan[/caption]
Untuk itu, Anthony mendesak Banggar DPR memanggil Sri Mulyani untuk menjelaskan bagaimana cara kerja ekonomi, atau model ekonomi, yang dimaksud olehnya, bahwa setiap RpX tambahan utang dapat membuat ekonomi naik RpY. “Sekaligus memberi notasi dan persamaan model matematikanya,” ucapnya.
Kalau tidak ada penjelasan lebih lanjut, menurutnya, pernyataan Sri Mulyani bermakna membohongi publik dan Banggar DPR. “Sebagai konsekuensi, Sri Mulyani harus diberhentikan dari semua jabatan public,” timpal Anthony tegas.
Terakhir, untuk 2022, konstribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi negatif 2,6 persen, atau negatif Rp68,8 triliun dari total pertumbuhan ekonomi Rp2.611,7 triliun. Lihat tabel 3.
[caption id="attachment_377774" align="alignnone" width="1600"]
Sumber: Dok. Pribadi Anthony Budiawan[/caption]
Padahal, di dalam kenaikan konsumsi pemerintah yang negatif 2,6 persen tersebut, atau negatif Rp68,8 triliun, sudah termasuk tambahan total utang pemerintah sebesar Rp825 triliun pada tahun 2022, dari Rp6.909 triliun (2021) menjadi Rp7.734,0 triliun.
Anthony pun mempertanyakan bagaimana Sri Mulyani mengartikan data tersebut? “Semoga Sri Mulyani dapat menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pernyataannya di Banggar DPR,” imbuh Anthony.
Gara-garanya, dalam rapat bersama anggota Banggar) DPR tempo hari, Menkeu menyatakan, utang Indonesia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Sri Mulyani memberi contoh, selama periode 2018-2022, utang Indonesia naik 206,5 miliar dolar AS, dan ekonomi (PDB) nominal naik 276,1 miliar dolar AS,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Tetapi yang mengejutkan, sambung dia, Sri Mulyani kemudian menyatakan, setiap 1 dolar AS tambahan utang membuat ekonomi naik 1,34 dolar AS atau sama dengan 276,1 miliar dolar AS.
Anthony pun melihat gambar yang diambil dari slide presentasi Menkeu di Banggar dengan tema ‘Kebijakan Fiskal Indonesia Efektif Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Termasuk di Masa Pandemi.’
[caption id="attachment_377768" align="alignnone" width="1600"]

Pernyataan Sri Mulyani, kata dia, secara eksplisit mengatakan, utang merupakan satu-satunya faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi naik. Semua pertumbuhan ekonomi sebesar 276,1 miliar dolar AS disebabkan oleh tambahan utang 260,5 miliar dolar AS.
“Seolah-olah, faktor atau variabel lainnya, seperti konsumsi rumah tangga atau investasi, menurut Sri Mulyani, tidak berperan sama sekali, alias nihil, dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” timpal Anthony.
Tentu saja, ditegaskan dia, pernyataan Sri Mulyani ini tidak benar, bermakna membodohi publik, dan membohongi anggota Banggar DPR secara langsung. “Karena, seolah-olah, pertumbuhan ekonomi hanya bersumber dari utang. Seolah-olah, tanpa utang, tidak ada pertumbuan ekonomi,” tukas dia.
Faktanya, dia membeberkan, sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi rumah tangga, investasi dan net ekspor (ekspor-impor). Kontribusi masing-masing 39,8 persen, 19,1 persen dan 18,2 persen untuk periode 2018-2022. Lihat tabel 1.
[caption id="attachment_377771" align="alignnone" width="1600"]

Sedangkan sumber pertumbuhan ekonomi dari konsumsi pemerintah hanya 3,5 persen, atau Rp168,2 triliun dari total pertumbuhan ekonomi sebesar Rp4.751,0 triliun.
Perlu dicatat, kata dia, pertumbuhan konsumsi pemerintah Rp168,2 triliun tersebut sudah termasuk penambahan utang pemerintah sebesar Rp3.272,2 triliun selama periode 2018-2022.
Dengan kenaikan konsumsi pemerintah sebesar Rp168,2 triliun, dan kenaikan ekonomi sebesar Rp4.751 triliun, tidak berarti, setiap kenaikan Rp1 konsumsi pemerintah, membuat ekonomi naik Rp27,2.
“Pernyataan seperti itu sangat menyesatkan. Karena, banyak faktor lainnya yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi: konsumsi rumah tangga, investasi dan net ekspor,” timpal Anthony.
Lebih menyesatkan lagi, ditegaskan dia, kalau mengatakan, penambahan utang (atau defisit anggaran) Rp3.272,2 triliun tersebut (yang sebenarnya sudah termasuk bagian dari penambahan konsumsi pemerintah sebesar Rp168,2 triliun) membuat ekonomi naik Rp4.751 triliun.
“Seolah-olah ada hubungan langsung dan satu-satunya faktor, antara tambahan utang dengan kenaikan ekonomi. Atau setiap Rp1 tambahan utang membuat ekonomi tumbuh Rp1,45, seperti diilustrasikan di tabel 5, dengan mengikuti logika dari pernyataan Sri Mulyani di rapat bersama Banggar DPR,” papar dia.
[caption id="attachment_377775" align="alignnone" width="1600"]

Untuk itu, Anthony mendesak Banggar DPR memanggil Sri Mulyani untuk menjelaskan bagaimana cara kerja ekonomi, atau model ekonomi, yang dimaksud olehnya, bahwa setiap RpX tambahan utang dapat membuat ekonomi naik RpY. “Sekaligus memberi notasi dan persamaan model matematikanya,” ucapnya.
Kalau tidak ada penjelasan lebih lanjut, menurutnya, pernyataan Sri Mulyani bermakna membohongi publik dan Banggar DPR. “Sebagai konsekuensi, Sri Mulyani harus diberhentikan dari semua jabatan public,” timpal Anthony tegas.
Terakhir, untuk 2022, konstribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi negatif 2,6 persen, atau negatif Rp68,8 triliun dari total pertumbuhan ekonomi Rp2.611,7 triliun. Lihat tabel 3.
[caption id="attachment_377774" align="alignnone" width="1600"]

Padahal, di dalam kenaikan konsumsi pemerintah yang negatif 2,6 persen tersebut, atau negatif Rp68,8 triliun, sudah termasuk tambahan total utang pemerintah sebesar Rp825 triliun pada tahun 2022, dari Rp6.909 triliun (2021) menjadi Rp7.734,0 triliun.
Anthony pun mempertanyakan bagaimana Sri Mulyani mengartikan data tersebut? “Semoga Sri Mulyani dapat menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pernyataannya di Banggar DPR,” imbuh Anthony.
- Penulis :
- Ahmad Munjin