
Pantau - Salah satu anak usaha Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk telah mendapatkan mitra strategis baru untuk pengembangan hilirisasi produk batu bara. Mitra tersebut merupakan perusahaan yang berasal dari China guna pengembangan amonia.
Sebelumnya, emiten batu bara terbesar di Tanah Air ini sempat berencana menyulap batu bara menjadi metanol. Namun seiring dengan kehadiran mitra baru, emiten yang berkode saham BUMI ini menargetkan dapat mengubah batu bara menjadi amonia.
"Kami baru ganti partner dengan perusahaan china, kita dekat-dekat ini harus mulai ke basic engineering design, kami ada target cukup agresif karena baru berganti partner, targetnya realistis [ada awal 2024 akan groundbreaking, mudah-mudahan bisa tercapai targetnya karena kita masih persiapan baru ganti partner juga," kata Presiden Direktur Bumi Resources Adika Nuraga Bakrie di sela agenda Jakarta Energy Forum di Jakarta, baru-baru ini.
Lantaran kerja sama baru ini, BUMI telah memutus rencana kerja sama dengan perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) Air Products yang hengkang dari proyek hilirisasi batu bara ke Dimethl Ether (DME) di Indonesia.
Menurut Aga, sapaan akrabnya, perusahaan AS tersebut hengkang dengan baik-baik dan tetap meneruskan proyek hilirisasi batu bara. Alasannya, selain amanat perpanjangan kontrak batu bara, proyek hilirisasi ini dilihat sebagai bisnis yang prospektif.
Pabrik hilirisasi amonia ini diperkirakan, bakal lebih kecil dibandingkan dengan rencana awal pengembangan hilirisasi menjadi metanol. Dengan demikian, ongkos belanja modal pun bakal lebih rendah. Sementara terkait besarannya, Aga mengaku masih melakukan perhitungan.
Seiring pergantian partner ini, sambung dia, proyek hilirisasi yang baru masih dalam tahap detail engineering design (DED). Dengan skala yang lebih kecil, dia juga memastikan kebutuhan batu bara untuk hilirisasi bakal lebih sedikit.
"Kami ganti partner ke perusahaan China, produk akhirnya berganti dari produk metanol didesain menjadi amonia, pertimbangan pasar karena kalau amonia sepertiga dari kapasitas kami bisa pakai sendiri untuk amonium nitrat," ungkapnya.
Ia pun memproyeksikan, pabrik dimaksud bakal rampung dalam 36 bulan ke depan walaupun bisa lebih cepat. Dengan perkiraan groundbreaking pada kuartal I-2024, artinya pabrik dapat beroperasi pada kuartal I/2027.
Adapun terkait porsi kepemilikan nantinya, BUMI melalui Kaltim Prima Coal bakal menggenggam minimal 25 persen, sedangkan Arutmin juga minimal menggenggam 25 persen.
"Kalau sesuai amanat perpanjangan kami, KPC dan arutmin mesti memiliki 25 persen masing-masing, minimum di KPC 25 persen dan di Arutmin 25 persen," imbuh Aga.
Sebelumnya, emiten batu bara terbesar di Tanah Air ini sempat berencana menyulap batu bara menjadi metanol. Namun seiring dengan kehadiran mitra baru, emiten yang berkode saham BUMI ini menargetkan dapat mengubah batu bara menjadi amonia.
"Kami baru ganti partner dengan perusahaan china, kita dekat-dekat ini harus mulai ke basic engineering design, kami ada target cukup agresif karena baru berganti partner, targetnya realistis [ada awal 2024 akan groundbreaking, mudah-mudahan bisa tercapai targetnya karena kita masih persiapan baru ganti partner juga," kata Presiden Direktur Bumi Resources Adika Nuraga Bakrie di sela agenda Jakarta Energy Forum di Jakarta, baru-baru ini.
Lantaran kerja sama baru ini, BUMI telah memutus rencana kerja sama dengan perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) Air Products yang hengkang dari proyek hilirisasi batu bara ke Dimethl Ether (DME) di Indonesia.
Menurut Aga, sapaan akrabnya, perusahaan AS tersebut hengkang dengan baik-baik dan tetap meneruskan proyek hilirisasi batu bara. Alasannya, selain amanat perpanjangan kontrak batu bara, proyek hilirisasi ini dilihat sebagai bisnis yang prospektif.
Pabrik hilirisasi amonia ini diperkirakan, bakal lebih kecil dibandingkan dengan rencana awal pengembangan hilirisasi menjadi metanol. Dengan demikian, ongkos belanja modal pun bakal lebih rendah. Sementara terkait besarannya, Aga mengaku masih melakukan perhitungan.
Seiring pergantian partner ini, sambung dia, proyek hilirisasi yang baru masih dalam tahap detail engineering design (DED). Dengan skala yang lebih kecil, dia juga memastikan kebutuhan batu bara untuk hilirisasi bakal lebih sedikit.
"Kami ganti partner ke perusahaan China, produk akhirnya berganti dari produk metanol didesain menjadi amonia, pertimbangan pasar karena kalau amonia sepertiga dari kapasitas kami bisa pakai sendiri untuk amonium nitrat," ungkapnya.
Ia pun memproyeksikan, pabrik dimaksud bakal rampung dalam 36 bulan ke depan walaupun bisa lebih cepat. Dengan perkiraan groundbreaking pada kuartal I-2024, artinya pabrik dapat beroperasi pada kuartal I/2027.
Adapun terkait porsi kepemilikan nantinya, BUMI melalui Kaltim Prima Coal bakal menggenggam minimal 25 persen, sedangkan Arutmin juga minimal menggenggam 25 persen.
"Kalau sesuai amanat perpanjangan kami, KPC dan arutmin mesti memiliki 25 persen masing-masing, minimum di KPC 25 persen dan di Arutmin 25 persen," imbuh Aga.
- Penulis :
- Ahmad Munjin