Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Proyek DME Dinilai Butuh Subsidi agar Bisa Saingi Harga LPG, Pemerintah Segera Tentukan Lokasi Hilirisasi Batu Bara

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Proyek DME Dinilai Butuh Subsidi agar Bisa Saingi Harga LPG, Pemerintah Segera Tentukan Lokasi Hilirisasi Batu Bara
Foto: Senior Director Oil & Gas and Petrochemical Danantara Indonesia Wiko Migantoro memberi keterangan ketika ditemui di Jakarta, Rabu 10/12/2025 (sumber: ANTARA/Putu Indah Savitri)

Pantau - Proyek hilirisasi batu bara menjadi bahan bakar dimethyl ether (DME) dinilai memerlukan subsidi dari pemerintah agar harga jualnya dapat bersaing dengan elpiji (LPG) yang saat ini juga masih disubsidi.

Senior Director Oil & Gas and Petrochemical Danantara Indonesia, Wiko Migantoro, menyatakan bahwa subsidi diperlukan untuk menjamin keterjangkauan harga DME bagi masyarakat.

"Kalau gambarannya sih, kira-kira nanti sama, memerlukan subsidi juga," ungkapnya di Jakarta pada Rabu, 10 Desember 2025.

Proyek Masih dalam Tahap Studi Kelayakan

Wiko menjelaskan bahwa saat ini Danantara masih dalam proses menyelesaikan studi kelayakan (feasibility study) untuk proyek DME.

Hasil studi kelayakan tersebut nantinya akan dikomunikasikan bersama Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi.

Komunikasi tersebut bertujuan untuk menghasilkan pola distribusi dan nilai komersial yang baik bagi pengembangan proyek DME di Indonesia.

Wiko menekankan pentingnya keterjangkauan (affordability) dan kemauan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) terhadap produk pengganti LPG tersebut.

"Tentu saja di situ diperlukan banyak dukungan dari pemerintah, ya, agar kelak harga DME ini bisa kurang lebih sama dengan LPG yang sekarang," ia mengungkapkan.

Pemerintah Dorong Substitusi LPG Impor dengan DME

Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi yang juga menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pemerintah akan segera memutuskan lokasi proyek hilirisasi batu bara menjadi DME pada bulan Desember 2025.

Pembangunan proyek tersebut dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2026.

Bahlil menekankan urgensi proyek ini untuk menekan angka impor LPG yang terus meningkat setiap tahun.

Ia menyebutkan bahwa konsumsi LPG nasional pada tahun 2026 diperkirakan mencapai 10 juta metrik ton (MT), sementara kapasitas produksi nasional hanya sekitar 1,3 hingga 1,4 juta MT per tahun.

"Maka, mau tidak mau kita harus cari substitusi impor. Caranya apa, ya DME," ujarnya.

Kesenjangan tersebut menyebabkan Indonesia mengalami defisit LPG sekitar 8,6 juta MT yang saat ini dipenuhi melalui impor.

Penulis :
Leon Weldrick