Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Masa Depan Koperasi di Era Revolusi Industri

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Masa Depan Koperasi di Era Revolusi Industri
Pantau - Setiap tanggal 12 Juli, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Koperasi. Namun, dunia koperasi Indonesia sempat digemparkan oleh sejumlah kasus koperasi gagal bayar.

Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang menyebabkan kerugian sebesar Rp15 triliun dan KSP Sejahtera Bersama (KSP SB) yang menimbulkan kerugian hingga Rp8,8 triliun.

Presiden Direktur Koperasi BMI Grup, Kamaruddin Batubara menilai, perilaku kedua koperasi itu dipastikan jauh dari jati diri koperasi.

Menurutnya, mereka tidak bertujuan untuk membangun kesejahteraan bersama, tetapi hanya berfokus mencari keuntungan untuk pihak tertentu.

"Untuk menghindari terjadinya koperasi yang hanya berorientasi pada keuntungan kelompok tertentu, perlu dikembangkan koperasi yang menjamin terciptanya tata kelola koperasi yang baik," ujarnya, Rabu (12/7/2023).

Tata Kelola koperasi yang baik, lanjutnya, merupakan sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan koperasi secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independen, kewajaran, dan kesetaraan.

Untuk itu, Kamaruddin membeberkan sejumlah hal yang harus dilakukan. Pertama, koperasi koperasi harus tumbuh menjadi usaha berskala besar.

Kedua, koperasi harus dikelola profesional. Ketiga, koperasi harus mampu mewujudkan anggota yang mandiri, berkarakter, dan bermartabat.

Selanjutnya, ia mengatakan, koperasi harus memiliki jiwa pemberdayaan. Terakhir, koperasi harus berjiwa sosial atau peduli sesama.

Tahun 2021 KemenKop-UKM menargetkan ada 100 koperasi modern sebagai percontohan. Koperasi modern kemudian diartikan sebagai koperasi yang siap mengimplementasikan revolusi industri era 4.0.

"Artinya, penerapan teknologi maju jika tidak disertai dengan memanusiakan manusia ternyata justru akan membuat kegagalan bisnis," jelas Kamaruddin.

Kamaruddin berpendapat, usaha yang mendewakan teknologi dan melupakan manusia sebagai subjek bisnis ternyata justru gagal dalam menjalankan bisnisnya.

Ia mencontohkan, bisnis pinjaman online (pinjol) yang gagal ketika banyak masyarakat tidak mampu membayar tagihan.

Ia menegaskan, koperasi memiliki DNA yang berbeda dengan pinjol, walaupun sama-sama bergerak pada satu irisan, yakni pinjaman atau pembiayaan.

"Hal ini disebabkan oleh jati diri koperasi yang membentuk komunitas untuk menolong diri sendiri," tegasnya.

Untuk itu, ia mengimbau koperasi tidak terjebak hanya sekadar menyalurkan pinjaman atau pembiayaan. Namun, koperasi harus dibangun dengan menjadikan manusia sebagai subjek untuk saling memberikan kesejahteraan.
Penulis :
Aditya Andreas