
Pantau – Program hilirisasi yang menjadi kebanggaan Jokowi ketahuan culasnya. Kegiatan yang sejatinya mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi tersebut ditengarai hanya mengolah produk nikel setengah jadi sebelum diekspor ke China.
Karena itu, yang melakukan hilirisasi dalam pengertian sebenarnya adalah negeri Tirai Bambu sendiri plus keuntungannya.
Hal itu terungkap dalam tayangan video yang viral melalui jejaring media sosial WhatsApp dengan narasi copas dari seorang peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berdomisili di Amarapura. Namun, tidak disebutkan siapa nama peneliti dimaksud.
“Ini memang sudah direncanakan Jokowi untuk kepentingan China yang mendukungnya, dan Indonesia memang mau dibikin miskin dan hancur,” tulis narasi tersebut diterima di Jakarta, Kamis (25/1/2024) menyertai video berjudul 'LFP vs Nikel di Tengah Hilirisasi ala Kapitalisme’ itu.
Sumber dalam video tersebut mengutip diskusi online di kanal YouTube PKAD di mana ia memperoleh fakta-fakta keras terkait dengan hilirisasi nikel ala Jokowi, sebagai berikut:
1. China Investor Smelter Nikel Terbesar di RI
Pertama, sebagian besar investasi nikel di Indonesia itu adalah China.
2. Diekspor untuk Perkuat Industrialisasi China
Yang kedua, sebagian besar hasil olahan nikel ini diekspor ke China untuk memperkuat industrialisasi China.
3. Diekspor Setengah Jadi
Ketiga, mayoritas produk smelter nikel ini adalah setengah jadi berupa nickel pig iron, nickel matte, ferro nickel, dan nickel hydroxide. Karena masih jauh dari siap pakai, produk-produk ini diekspor ke China untuk proses pabrikasi.
“Alhasil, proses hilirisasi maksimal sampai 19 kali itu hanya terjadi di China dan ini tentu menguntungkan China. Ini Namanya merusak alam Indonesia untuk mendukung hilirisasi nikel di China,” timpal peneliti itu.
4. Mendapat Keistimewaan Insentif Pajak
Keempat, ekspor produk setengah jadi nikel memperoleh insentif pajak luar biasa, seperti tax holiday, yaitu bebas pajak badan, yakni pajak penghasilan (PPh), dan bebas bea pajak ekspor. Insentif lainnya adalah mendapatkan kemudahan mendatangkan mesin baru maupun bekas dan mendapatkan kemudahan mendatangkan tenaga kerja asing asal China (TKA) China. “Luar biasa!” tukasnya.
5. Penambang Rakyat Wajib Jual ke Smelter China
Yang ke-5, penambang rakyat harus menjual nikel kepada smelter asing ini dengan harga drop alias turun menjadi berada di bawah harga internasional.
6. Devisa Hasil Ekspor Nikel Parkir di Luar Negeri
Yang keenam, ada dugaan devisa hasil ekspor nikel banyak yang diparkir di luar negeri. “Kalau hilirisasi nikel model begini, menurutmu Indonesia untung atau bunting,” tuturnya.
Menurut dia, model demikian mengikuti alur hilirisasi kapitalisme. “Kalaupun ada untung, distribusinya sangat rendah sehingga kesenjangan ekonomi sangat tinggi. Inilah hilirisasi ala kapitalisme,” timpal dia.
Padahal, dia menegaskan, nikel yang melimpah di Indonesia adalah milik umum alias milik rakyat Indonesia. Karena itu, pengelolaanya wajib dilakukan oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan dan kemakmuran rakyat.
“Haram hukumnya kepemilikan dan pengelolaanya diserahkan kepada swasta baik swasta dalam negeri maupun swasta asing. Jauhi kapitalisme!” imbuhnya.
LFP, Nikel, dan Hilirisasi
Pascadebat cawapres pada Minggu (22/1/2024), pembicaraan tentang LFP alias lithium ferro-phosphate, nikel, dan hilirisasi menjadi istilah yang banyak diperbincangkan masyarakat Indonesia.
“Saya melepaskan diri dari gimmick-gimmick saat debat itu ya. Tatapi poin saya, saat debat seharusnya mengedepankan etika,” ujarnya.
Ia pun kembali ke soal LFP, nikel serta hilirisasi. LFP diklaim akan menjadi pesaing baterai dengan bahan nikel atau sering disebut dengan nickel manganese cobalt (NMC). Perlu dicatat bahwa baterai ini merupakan komponen termahal dalam kendaraan Listrik.
Persoalannya, nikel di beberapa negara sulit didapat sehingga LFP yang menjadi alternatifnya. Apalagi, setelah Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia melakukan pelarangan ekspor bahan mentah nikel.
Baterai LFP tanpa nikel ini mulai digunakan oleh sejumlah pabrikan kendaraan listrik seperti Wuling, BYD (Build Your Dream) dan Tesla.
“Terlepas dari perdebatan soal LFP dan baterai berbasis nikel, poinnya jangan sampai nih, Indonesia terjebak dalam pola hilirisasi yang menguntungkan asing dan segelintir kalangan,” pungkas dia.
- Penulis :
- Ahmad Munjin
- Editor :
- Ahmad Munjin