billboard mobile
HOME  ⁄  Ekonomi

Guru Besar IPB University Ungkap Indikator Keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Guru Besar IPB University Ungkap Indikator Keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis
Foto: Guru Besar Pangan dan Gizi IPB University, Prof Ali Khomsan (tengah) dalam diskusi publik “Program Makan Bergizi Gratis, Akankah Jadi Kenyataan?” yang diselenggarakan Pantau.com di Jakarta, Rabu (21/8/2024). (Pantau/Fithrotul Uyun)

Pantau – Kenaikan tinggi badan pada anak-anak yang baru masuk sekolah dinyatakan sebagai salah satu indikator keberhasilan program makan bergizi gratis yang digulirkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam beberapa tahun ke depan.

“Kalau program ini sudah berjalan beberapa tahun ke depan, bagaimana tinggi badan anak baru masuk sekolah (bertambah tinggi atau tidak). Itu menjadi salah satu indikator. Jika ini tidak diukur, maka program ini kita tidak tahu berhasilnya di mana,” kata Guru Besar Pangan dan Gizi IPB University, Prof Ali Khomsan dalam diskusi publik “Program Makan Bergizi Gratis, Akankah Jadi Kenyataan?” yang diselenggarakan Pantau.com di Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Prof Ali kemudian mengungkapkan parameter lain yakni Programme for International Student Assessment (PISA). Dalam kategori ini, Indonesia menempati 10 terendah yang diukur dari anak-anak berusia 15 tahun dalam bidang matematika, sains, dan membaca.

“Kalau (program makan bergizi gratis) diselenggarakan lima tahunan dan menjadi evaluasi yang baik, maka kita bisa mengatakan, ini lho dampak dari program makan bergizi gratis,” ucapnya tandas.

Baca juga: Dadan: Badan Gizi Nasional untuk Program Prioritas Prabowo

Secara pribadi Prof Ali mengaku senang dengan program makan bergizi gratis. Sebab, masa-masa remaja selama ini kurang mendapatkan perhatian, terutama dari aspek makanan tambahan.

Ia mengecualikan program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) tahun 1993 yang berjalan hingga era otonomi daerah. “Setelah itu, PMTAS tiba-tiba berhenti, sehingga saya sering melihat, program-program yang hit and run seperti ini lama-lama tidak akan memberikan daya ungkit apapun, terutama pada kesehatan masyarakat,” tukasnya.

Padahal, dia menegaskan, setiap siklus kehidupan manusia memiliki ancaman krisis gizi. “Apakah dia sedang hamil, kemudian balita, remaja, dewasa hingga menjadi lansia. Itu semuanya ada siklusnya. Siklus itu ancaman gizinya terkait akses pangan dan infeksi,” paparnya.

Dengan demikian, sambung Prof Ali, mendekatkan akses pangan dalam program makan bergizi gratis merupakan salah satu upaya agar masyarakat benar-benar mendapatkan asupan gizi yang baik. “Tentu, dengan indikator tadi yang penting nanti diperhatikan,” tuturnya.

Baca juga: Singgung Makan Bergizi Gratis, Jokowi: Arsitektur APBN 2025 Pilar Penting Keberlanjutan

Sejauh ini, remaja-remaja Indonesia hanya mendapatkan tablet penambah darah untuk putri. “Sudah dikasih tablet tiap minggu, selama 52 minggu, kebanyakan remaja kita banyak yang tidak patuh. Merasa diri sehat, saya tidak membutuhkan tablet penambah darah,” ujarnya.

Padahal, ditegaskan dia, program itu merupakan upaya pemerintah di sektor hulu untuk mencegah stunting di masa yang akan datang. “Ketika remaja-remaja itu memasuki usia pernikahan, mereka tidak anemia. Iinsya Allah menghasilkan bayi-bayi yang sehat. Tidak berat bayi rendah (BBR), tidak stunting, dan punya penyakit lain. Nah persoalan-persoalan itu yang sekarang ini menjadi persoalan serius di kalangan jajaran kesehatan khususnya untuk meningkatkan kepatuhan, seperti pada program tablet tambah darah,” imbuh Prof Ali.

Diskusi Pantau.com juga menghadirkan I Dewa Made Agung Kertha Nugraha, Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR), sebagai mitra Badan Gizi Nasional (BGN). Narasumber lainnya adalah Kepala Departemen Kampanye Kreatif DPP Partai Gerindra, Yudha Permana, Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota DPR Komisi XI, dan Dosen/Psikolog Anak UI, Mira Damayanti Amir.

Asal tahu saja, salah satu visi Indonesia Emas 2045, sebagaimana diungkapkan Kementerian PPN/Bappenas adalah kualitas daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) yang meningkat dan merata. Visi itu dicapai melalui pendidikan, pelatihan, dan pengembangan, sikap, dan etos kerja, penguasaan teknologi inovasi dan kreativitas, serta kesehatan. Keberhasilannya diukur dengan Human Capital Index (HCI) atau Skor Indeks modal manusia yang ditargetkan naik menjadi 0,73.

Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis, Prabowo Diminta Prioritaskan Daerah Miskin dan Stunting

Penulis :
Ahmad Munjin
Editor :
Ahmad Munjin