
Pantau - Debut dramatis software kecerdasan buatan (AI) asal China, DeepSeek, mengguncang pasar saham Amerika Serikat (AS) pada Senin (27/1/2025).
Baca juga: Trump Cuekin Kritik Elon Musk soal Proyek AI Senilai US$500 Miliar
Langkah ini menyulut penurunan valuasi produsen chip asal AS, Nvidia, hingga USD600 miliar (setara Rp9.480 triliun), disebut dirancang untuk bertepatan dengan pekan pertama Presiden Donald Trump kembali menjabat.
"Ini bukan kebetulan," ungkap Direktur Wadhwani AI Centre di Centre for Strategic and International Studies, Dr. Gregory Allen.
Dia menyebutkan, rilis perangkat lunak open-source DeepSeek-R1 dilakukan secara strategis pada 20 Januari 2025, hari pelantikan Trump sebagai Presiden AS.
“Makalah teknis DeepSeek sebenarnya sudah terbit beberapa minggu sebelumnya, tetapi mereka sengaja merilis model open-source pada minggu pertama pemerintahan Trump,” ujar Allen dalam wawancara dengan The Straits Times.
Model AI DeepSeek, yang disebut setara atau bahkan lebih unggul dari ChatGPT-01 milik OpenAI, menawarkan kemampuan luar biasa dengan biaya operasional jauh lebih rendah ketimbang perusahaan-perusahaan AI di AS seperti Meta dan Alphabet.
Namun, langkah ini memunculkan kritik dan kekhawatiran baru di AS. Trump, dalam sebuah acara di Miami, menyebut rilis DeepSeek dapat menjadi pemacu bagi perusahaan AS untuk lebih berinovasi.
"Mungkin ini bisa menjadi peringatan bahwa kita perlu lebih fokus untuk memenangkan kompetisi ini," ujar Dr. Allen.
Kontrol Ekspor dan Dampak pada DeepSeek
Langkah China ini juga dilihat sebagai strategi untuk menekan kebijakan kontrol ekspor AS yang dirancang untuk membatasi kemampuan Negeri Tirai Bambu untuk bersaing di teknologi canggih.
Baca juga; Begini Perbincangan Presiden Prabowo dengan CEO Nvidia Soal AI
Namun, Dr. Allen menilai langkah tersebut berpotensi menjadi bumerang. DeepSeek dikabarkan telah menyetop penerimaan pengguna baru beberapa hari setelah peluncuran.
“Mereka mengatakan ini akibat serangan siber, tetapi kemungkinan besar disebabkan keterbatasan daya komputasi mereka,” tuturnya.
Allen juga menyoroti, DeepSeek hanya dapat digunakan oleh pengguna di China, menimbulkan spekulasi tentang tantangan teknologi di balik platform tersebut.
Sementara itu, para pakar AI di Silicon Valley menyebut DeepSeek sebagai "game changer". Namun, beberapa pihak juga membandingkan nasibnya dengan TikTok, yang menghadapi larangan di AS karena alasan keamanan nasional.
Kekhawatiran tentang Pengaruh DeepSeek
DeepSeek juga menuai kritik karena tidak memberikan informasi mengenai topik sensitif seperti protes Lapangan Tiananmen pada 1989. Selain itu, para pakar menyoroti potensi masalah keamanan data pengguna AS yang menggunakan platform ini.
Abhishek Gupta, pendiri Rockstar Automations di Silicon Valley, menyatakan, “DeepSeek memiliki potensi besar, tetapi ada risiko yang perlu diperhatikan, termasuk kontrol data dan narasi yang mungkin bias.”
Kendati demikian, DeepSeek telah menciptakan gelombang antusiasme di kalangan teknolog.
“Teknologi ini membawa lebih banyak opsi bagi dunia AI,” tutur Steven Li, pakar analitik asal Singapura yang berbasis di Sunnyvale, California, AS.
Sumber: The Stratis Times
- Penulis :
- Khalied Malvino