Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Regulasi Kerap Berubah, Kemajuan EBT di Indonesia Dipertanyakan

Oleh Muhammad Rodhi
SHARE   :

Regulasi Kerap Berubah, Kemajuan EBT di Indonesia Dipertanyakan
Foto: Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. ANTARA/HO-Humas Kementerian ESDM/am.

Pantau – Perkembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia kembali menjadi sorotan. Salah satu kritik yang kerap muncul adalah lambatnya kemajuan sektor ini, yang disebut-sebut akibat regulasi yang terus berubah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengakui bahwa perubahan aturan memang menjadi salah satu faktor yang menimbulkan keraguan di masyarakat.

"Kan ada yang berkomentar, EBT ini memang tidak maju-maju. Kenapa? Karena regulasinya berubah-ubah. Yang menurut saya selintas benar gitu ya, komentar seperti itu. Tidak ada yang salah sih, dua-duanya benar," ujar Dadan dalam acara Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Baca juga: Pertamina Pastikan Layanan Energi Lancar Selama Ramadan dan Idulfitri 1446 H

Namun, Dadan menegaskan bahwa perubahan regulasi dilakukan untuk memperbaiki sistem yang ada. Salah satunya melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025 yang mengatur Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik.

"Jadi kita merubah caranya, karena kita mengharapkan dan kita berupaya bahwa hasilnya akan lebih baik. Bahwa nantinya hasilnya lebih jelek, ya kan ada manajemen risiko," jelasnya.

Menurutnya, perubahan aturan ini merupakan hasil evaluasi terhadap kebijakan sebelumnya yang dinilai kurang efektif. "Kalau nggak berubah, mungkin kita akan semakin jelek. Jadi keputusan untuk merubahnya itu dilakukan setelah kita me-review bahwa dengan yang ini (aturan lama) kita most likely akan stagnan," tambah Dadan.

Sejalan dengan hal itu, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyebut Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 selaras dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait hilirisasi dan ketahanan energi.

"Jadi kita tetap on the track untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060," ujarnya.

Selain itu, aturan baru ini juga diharapkan bisa mengatasi ketidakpastian dalam skema pembayaran, mekanisme force majeure, serta pembagian risiko dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) yang selama ini menjadi kendala bagi para pengembang.

"Kita melihat selain ketidakpastian dalam skema pembayaran, mekanisme force majeure juga, termasuk salah satunya dan kadang-kadang ada pembagian risiko dalam PJBL yang menyebabkan ketidakstabilan finansial bagi pengembang," tutup Eniya.

Penulis :
Muhammad Rodhi