Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Bhima Yudhistira: Tarif 19 Persen dari AS Jadi Momentum Indonesia Percepat Transisi Energi

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Bhima Yudhistira: Tarif 19 Persen dari AS Jadi Momentum Indonesia Percepat Transisi Energi
Foto: (Sumber: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menemui Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick dan Ketua Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) Jamieson Greer guna membahas kelanjutan negosiasi tarif, Jakarta, Kamis (10/7/2025). ANTARA/HO-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.)

Pantau - Penetapan tarif impor sebesar 19 persen oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia dinilai sebagai momentum strategis untuk mempercepat transisi ke energi baru terbarukan (EBT), menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara.

Peringatan Terhadap Ketergantungan Energi Fosil

Presiden AS Donald Trump tidak hanya menetapkan tarif baru, namun juga menyepakati komitmen Indonesia untuk membeli energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS.

"Dengan outlook pelebaran defisit migas, sudah saatnya Indonesia mempercepat transisi dari ketergantungan fosil," ujar Bhima.

Ia menilai pelebaran defisit migas dapat memperlemah nilai tukar rupiah dan menekan fiskal negara melalui kenaikan subsidi energi.

Bhima mengungkapkan bahwa alokasi subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp203,4 triliun kemungkinan besar tidak akan mencukupi.

Menurut perhitungannya, kebutuhan subsidi energi yang realistis mencapai Rp300 hingga Rp320 triliun, terutama karena ketergantungan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) makin tinggi.

Bhima juga mewaspadai dampak harga minyak dari hasil kesepakatan dengan AS.

"Kalau Indonesia disuruh beli produk minyak dan LPG tapi harganya di atas harga yang biasa dibeli Pertamina, repot juga. Ini momentum semua program transisi energi harus jalan agar defisit migas bisa ditekan," jelasnya.

Diversifikasi Pasar Ekspor Jadi Solusi Tambahan

Selain isu energi, Bhima menyarankan agar pemerintah memanfaatkan situasi ini untuk mengeksplorasi pasar ekspor baru.

Menurutnya, peluang besar terbuka melalui kerja sama dagang yang lebih erat dengan Uni Eropa dan kawasan ASEAN.

"Pemerintah sebaiknya mendorong akses pasar ke Eropa sebagai bentuk diversifikasi pasar pasca IEU-CEPA disahkan. Begitu juga dengan pasar intra-ASEAN bisa didorong. Jangan terlalu bergantung pada ekspor ke AS karena hasil negosiasi tarif tetap merugikan posisi Indonesia," tegas Bhima.

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) yang telah dinegosiasikan selama 10 tahun menjadi landasan penting untuk penetrasi pasar Eropa.

Langkah diversifikasi ini dianggap krusial untuk menjaga stabilitas ekspor Indonesia di tengah ketidakpastian kebijakan dagang AS.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Aditya Yohan

Terpopuler