billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Bupati Lombok Tengah Dorong Pelestarian Budaya Nyesek lewat Festival Begawe Jelo Nyesek 2025

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Bupati Lombok Tengah Dorong Pelestarian Budaya Nyesek lewat Festival Begawe Jelo Nyesek 2025
Foto: (Sumber: Salah satu peserta Festival begawe jelo nyesek atau menenun masal di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB, Minggu (27/07/2025). ANTARA/Akhyar Rosidi.)

Pantau - Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri, mengajak masyarakat untuk terus melestarikan budaya nyesek atau menenun sebagai kekayaan lokal yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata daerah.

Budaya Menenun sebagai Pilar Ekonomi dan Wisata

Dalam acara Festival Begawe Jelo Nyesek 2025 yang digelar di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, NTB, Bupati Pathul menyatakan bahwa menenun bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga penggerak ekonomi masyarakat.

Ia menekankan pentingnya edukasi kepada generasi muda agar keterampilan menenun tetap terjaga dan terus diwariskan.

“Semoga kegiatan ini bisa menumbuhkan semangat masyarakat dalam melestarikan budaya tenun,” ungkapnya.

Festival yang telah dilaksanakan sejak 2016 ini diminta untuk terus digelar secara meriah setiap tahun.

Pemerintah daerah berkomitmen mendukung kegiatan budaya ini dengan dukungan anggaran dari APBD.

Ia juga menyoroti meningkatnya kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Tenun, baik dari dalam negeri maupun mancanegara, sebagai bukti bahwa pelestarian budaya lokal memiliki nilai ekonomi dan pariwisata tinggi.

Ribuan Perempuan Penenun Ambil Bagian

Kepala Desa Sukarara, Saman Budi, menjelaskan bahwa Festival Begawe Jelo Nyesek bertujuan melestarikan budaya menenun sekaligus memberikan dampak ekonomi langsung bagi masyarakat.

Sebanyak 1.000 penenun perempuan, dari remaja hingga lansia, turut serta dalam acara tahun ini.

Meskipun jumlah penenun aktif di desa mencapai sekitar 3.000 orang, keterbatasan lokasi membuat hanya sepertiganya yang dapat berpartisipasi dalam festival.

Saman Budi menyatakan bahwa menenun adalah warisan leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Ia menjelaskan bahwa anak-anak perempuan di desa belajar menenun secara alami dari lingkungan rumah.

“Artinya anak-anak perempuan di desa ini bisa belajar dengan melihat dan memantau orang tua mereka dalam menenun atau nyesek. Mereka pasti bisa,” jelasnya.

Pemerintah desa juga mendorong pembinaan berkelanjutan agar tradisi ini terus hidup dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Penulis :
Ahmad Yusuf