
Pantau - Di tengah perlambatan ekonomi global, Indonesia terus menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas nasional, meskipun dihadapkan pada tantangan efisiensi anggaran dan ketimpangan fiskal antar daerah.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia turun dari 3,4 persen pada 2024 menjadi 2,9 persen pada 2025, sementara Bank Dunia memperkirakan hanya 2,3 persen.
Perlambatan tersebut dipicu oleh fragmentasi geopolitik, krisis iklim, dan disrupsi teknologi yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi global.
Keterbatasan Fiskal dan Tuntutan Infrastruktur yang Kompleks
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, mengungkapkan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur nasional mencapai 625 miliar dolar AS untuk periode 2025–2026.
Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu membiayai sekitar 23 persen atau 143,84 miliar dolar AS, dan APBD berkontribusi 17 persen atau 106,31 miliar dolar AS.
Total kontribusi fiskal hanya mencakup 40 persen dari total kebutuhan, sehingga sisanya harus dipenuhi melalui keterlibatan sektor swasta, baik domestik maupun internasional.
Pemerintah daerah sering kali dihadapkan pada dilema antara menekan belanja demi efisiensi atau menunda pemenuhan kebutuhan dasar seperti jalan, air bersih, dan sekolah.
Di banyak daerah, lebih dari 50 persen APBD dihabiskan untuk belanja pegawai, dan kapasitas fiskal tidak merata bahkan ada yang tidak sanggup membayar gaji tanpa transfer pusat.
Belanja daerah pun cenderung seremonial dan tidak fokus pada pembangunan jangka panjang.
PSN Era Prabowo: Dari Fisik ke Sosial
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Proyek Strategis Nasional (PSN) tak lagi hanya menyasar infrastruktur fisik, tetapi juga menyentuh aspek sosial sebagai instrumen transformasi struktural.
Dari 77 PSN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, sebanyak 29 proyek merupakan inisiatif baru dan 48 proyek merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya.
Proyek-proyek tersebut mencakup program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Desa Merah Putih.
Anggaran untuk program MBG mencapai Rp121 triliun dan bisa meningkat hingga Rp300 triliun.
Program FLPP untuk perumahan rakyat dialokasikan sebesar Rp41,88 triliun, Koperasi Merah Putih Rp200 triliun, dan program pendidikan sekitar Rp13,6 triliun.
Namun, pelaksanaan PSN memerlukan perencanaan yang matang dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak mengalami nasib seperti Bandara Kertajati, yang mengalami pembengkakan anggaran Rp2,6 triliun namun underutilized.
Pembiayaan Alternatif dan Tantangan Tata Kelola
Struktur penerimaan negara yang belum ekspansif dan tingginya belanja rutin menyebabkan kapasitas fiskal nasional terbatas.
Untuk itu, strategi pembiayaan perlu diarahkan ke off-budget financing seperti Public-Private Partnership (PPP), obligasi infrastruktur, dan penanaman modal asing.
Namun, partisipasi swasta hanya dapat terwujud jika tersedia ekosistem tata kelola yang kredibel, transparan, dan akuntabel.
Tantangan utama bukan terletak pada potensi pasar, melainkan pada trust deficit dari investor yang diakibatkan oleh birokrasi korup, perizinan yang rumit, dan regulasi yang tidak konsisten.
Maka, pembangunan infrastruktur tidak bisa hanya dilihat sebagai proyek konstruksi teknis, tetapi juga memerlukan transformasi institusional secara menyeluruh.
Jika Indonesia gagal melakukan reformasi birokrasi dan memberantas korupsi, maka proyek pembangunan berisiko terhambat oleh krisis kepercayaan yang berkelanjutan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf