Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Bulog Jelaskan Tantangan Penguasaan Stok Beras: Harga Tinggi Meski Produksi Melimpah

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Bulog Jelaskan Tantangan Penguasaan Stok Beras: Harga Tinggi Meski Produksi Melimpah
Foto: (Sumber: Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani hadir di Pasar Induk Rau Kota Serang Banten (20/8) untuk memantau langsung harga dan ketersediaan beras. (ANTARA/HO-Kemendagri))

Pantau - Perum Bulog memberikan klarifikasi atas polemik penguasaan stok beras nasional yang dinilai rendah, di tengah kenaikan harga beras yang terus terjadi meski ketersediaan pasokan nasional dinyatakan melimpah.

Pemerintah Kuasai Hanya 8 Persen Stok, Efektifkah untuk Kendalikan Harga?

Penjelasan ini disampaikan menyusul pertanyaan publik terkait apakah penguasaan stok oleh pemerintah, yang hanya sekitar 8 persen, cukup ideal untuk menjaga kestabilan harga dan ketahanan pangan nasional.

Saat ini belum ada standar baku mengenai berapa persen cadangan beras yang ideal dikuasai negara.

Badan Pangan Nasional (NFA) sendiri merujuk pada definisi swasembada pangan dari FAO, yaitu suatu negara dianggap swasembada jika mampu memenuhi minimal 90 persen kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri.

Proyeksi neraca pangan nasional tahun 2025 menunjukkan produksi beras dalam negeri mencapai 32,29 juta ton, dengan stok awal tahun sebesar 8,1 juta ton, sehingga total ketersediaan mencapai 40,95 juta ton.

Kebutuhan konsumsi tahunan diperkirakan sekitar 30,97 juta ton, menyisakan surplus sekitar 10 juta ton.

Pemerintah menugaskan Bulog untuk menyerap minimal 3 juta ton beras setara gabah sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang kini berjumlah sekitar 4,2 juta ton.

Namun, dari total ketersediaan nasional tersebut, 92 persen dikuasai oleh pihak swasta, seperti penggilingan besar, pedagang, dan distributor.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran atas efektivitas intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga di pasar.

Meskipun produksi dan stok nasional melimpah, dalam beberapa pekan terakhir harga beras melonjak di berbagai daerah.

Fakta ini menunjukkan bahwa ketersediaan tidak selalu berbanding lurus dengan kestabilan harga, yang turut dipengaruhi faktor-faktor struktural lainnya.

Manipulasi, Spekulasi, dan Kelemahan Regulasi Jadi Penyebab Harga Tak Terkendali

Terdapat lima penyebab utama mengapa harga beras tetap tinggi:

  • Manipulasi harga oleh sebagian pedagang besar yang menimbun stok untuk menciptakan kelangkaan semu.
  • Peran perantara yang dominan, menyebabkan harga di konsumen jauh lebih tinggi dibanding harga dari petani.
  • Kurangnya transparansi informasi harga, membuat posisi petani dan konsumen lemah.
  • Efektivitas kebijakan pemerintah yang masih rendah, terutama dalam hal distribusi dan pengawasan harga.
  • Spekulasi pasar, di mana stok beras ditimbun sebagai strategi menaikkan harga.

Sebagai solusi, pemerintah menyiapkan beberapa langkah strategis seperti memperluas sistem informasi harga digital, menyederhanakan rantai distribusi, dan memperkuat cadangan beras nasional.

Strategi lainnya meliputi peningkatan produksi dalam negeri, manajemen CBP yang efektif, pengawasan harga yang lebih ketat, serta distribusi beras yang merata, termasuk ke daerah terpencil.

Pemerintah juga didorong untuk memperluas kapasitas Bulog dalam menyerap beras dari petani agar cadangan negara meningkat, dan bisa dijadikan instrumen utama stabilisasi pasar saat harga bergejolak.

Pengelolaan stok perlu dilakukan secara efisien, termasuk sistem rotasi agar kualitas terjaga dan tidak menimbulkan kerugian negara.

Selain itu, kebijakan harga beras tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat, melainkan memerlukan koordinasi erat dengan pemerintah daerah dan pelaku swasta.

Kemitraan strategis antara semua pihak, termasuk petani, harus dibangun dengan prinsip saling percaya dan saling menguntungkan.

Kesejahteraan petani juga harus menjadi fokus utama, karena selama ini kenaikan harga tidak serta-merta meningkatkan pendapatan mereka.

Pemerintah juga perlu menjadikan diskusi tentang porsi ideal cadangan beras sebagai bagian dari penyusunan kebijakan nasional berbasis data dan analisis mendalam.

Kesuksesan menjaga stabilitas harga beras bukan hanya bergantung pada jumlah stok, tetapi juga manajemen kebijakan, integrasi data, kerja sama lintas sektor, dan inovasi berani.

Dengan sinergi semua pihak, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan, dengan beras yang tersedia secara adil, terjangkau, dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.

Penulis :
Aditya Yohan