
Pantau - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan bahwa Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) merupakan salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah pertama mereka.
"Saya ucapkan terima kasih atas kinerja dan dukungan ekosistem perumahan untuk Program 3 Juta Rumah. Presiden Prabowo Subianto telah memberikan kuota FLPP terbesar sebanyak 350.000 tahun ini dan memberikan insentif bagi rakyat berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) gratis dan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk rumah MBR", ungkapnya.
Program FLPP telah menjadi instrumen penting pemerintah dalam memperluas akses MBR terhadap kredit perumahan, sebagaimana tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Efek Ganda Ekonomi dan Skema Subsidi Terintegrasi
Sektor perumahan dinilai strategis karena memberikan efek pengganda terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya, termasuk tenaga kerja, bahan bangunan, dan layanan konstruksi.
Sejak diluncurkan pada tahun 2010, dana FLPP yang dikelola dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai total Rp135 triliun hingga Semester I 2025.
Awalnya dikelola oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), pengelolaan FLPP resmi dialihkan ke Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mulai tahun 2022 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2021.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan dua bentuk subsidi perumahan, yaitu:
- Subsidi Bunga Kredit (SBK) Perumahan sebesar Rp4,40 triliun
- Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) Perumahan sebesar Rp1,15 triliun
MBR yang memperoleh FLPP secara otomatis juga menerima SBUM sebagai tambahan dukungan pembiayaan awal.
SBK digunakan untuk meringankan beban bunga KPR subsidi yang telah diakadkan pada periode 2015–2020, sedangkan SBUM diberikan untuk membantu pemenuhan uang muka pembelian rumah.
Besaran SBUM ditetapkan sebesar Rp4 juta per unit untuk wilayah non-Papua dan Rp10 juta per unit untuk wilayah Papua.
Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperluas kepemilikan rumah yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan mendorong pertumbuhan sektor perumahan nasional secara berkelanjutan.
- Penulis :
- Aditya Yohan