Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

LPEM FEB UI Sarankan BI Tahan Suku Bunga 5 Persen, Waspadai Dampak Reshuffle Kabinet

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

LPEM FEB UI Sarankan BI Tahan Suku Bunga 5 Persen, Waspadai Dampak Reshuffle Kabinet
Foto: (Sumber: Iluatrasi - Logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp/aa.)

Pantau - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai Bank Indonesia (BI) sebaiknya menahan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 5 persen pada bulan September 2025.

Alasan BI Perlu Menahan Bunga

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menyatakan langkah ini penting untuk mengevaluasi efektivitas transmisi kebijakan moneter terbaru sekaligus menjaga stabilitas rupiah.

LPEM memperkirakan inflasi tetap rendah, di mana inflasi Agustus 2025 tercatat 2,31 persen (yoy), masih dalam target BI 1,5–3,5 persen.

Namun, risiko koordinasi kebijakan meningkat meskipun ada prospek burden sharing antara BI dan pemerintah.

“Oleh karena itu, BI perlu menyeimbangkan sikap akomodatif dengan komunikasi yang jelas, agar ekspektasi inflasi tetap terkendali dan tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan moneter subordinat terhadap kepentingan fiskal,” kata Riefky.

Dampak Reshuffle Kabinet dan Arus Modal

Indonesia sempat mencatat arus modal masuk bersih 0,46 miliar dolar AS pada 8 Agustus–8 September 2025, mendukung penguatan rupiah dari Rp16.825 menjadi Rp16.300 per dolar AS.

Namun, pengumuman reshuffle kabinet pada 8 September 2025 memicu arus modal keluar bersih 0,25 miliar dolar AS, dan semakin besar hingga 0,96 miliar dolar AS pada 8–11 September.

Rupiah langsung terdepresiasi 0,70 persen pada 8 September dibanding hari sebelumnya, dan secara year to date sudah melemah 1,795 persen, hanya lebih baik dibanding Peso Argentina, Lira Turki, dan Rupee India.

“Investor bereaksi hati-hati terhadap reshuffle kabinet tersebut, menafsirkan perubahan ini sebagai sumber ketidakpastian bagi arah kebijakan fiskal di masa depan,” ujar Riefky.

Ia menambahkan, pasar semakin khawatir dengan isu burden sharing serta penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di sektor perbankan.

“Perkembangan ini berisiko mengaburkan prospek kebijakan, karena investor mungkin memandangnya sebagai sinyal berkurangnya independensi otoritas moneter dan batasan fiskal-moneter yang semakin kabur,” tambahnya.

Prospek ke Depan

Pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga kebijakan pada FOMC September, yang berpotensi mendukung arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Dengan kondisi ini, setelah BI-Rate turun secara berturut-turut pada Juli dan Agustus, BI sebaiknya mempertahankan suku bunga pada level 5,00 persen pada RDG September 2025 untuk mengevaluasi efektivitas transmisi kebijakan terbaru sekaligus terus memantau volatilitas rupiah,” tutup Riefky.

Penulis :
Ahmad Yusuf