
Pantau - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyampaikan apresiasi terhadap langkah PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), Danantara, dan PT Pesona Inti Rasa (PIR) dalam menyerap gula hasil giling petani. Langkah ini dinilai memberikan harapan baru bagi stabilisasi pasar serta peningkatan kesejahteraan petani tebu nasional.
Tantangan Penyerapan dan Peran Strategis Pemerintah
Sekretaris Jenderal DPP APTRI, Sunardi Edy Sukamto, menyampaikan bahwa musim giling tebu tahun 2025 menjadi momen krusial bagi industri gula nasional.
"Atas penyerapan gula petani yang telah dilakukan, petani melalui APTRI menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Proses giling tebu tahun ini dimulai sejak Mei 2025 dan hingga saat ini masih berlangsung secara nasional.
Namun, hasil produksi berupa gula kristal putih (GKP) dan tetes tebu masih menumpuk di tingkat petani.
Meskipun produksi tahun ini meningkat dan mendekati target swasembada gula konsumsi, lemahnya penyerapan pasar menjadi kendala utama.
Penyebabnya adalah rembesan gula rafinasi yang langsung masuk ke pasar konsumsi.
Akibatnya, gula hasil giling petani sulit diserap, dan harga pun tidak menentu.
"Hampir setiap lelang gula petani sepi penawaran, mengakibatkan ketidakpastian harga dan pendapatan," ungkap Edy.
Untuk mengatasi situasi ini, berbagai langkah strategis telah dilakukan dengan dukungan pemerintah dan pihak swasta.
PT SGN terlibat aktif dalam menyerap gula petani, dengan dukungan anggaran dari Danantara sebesar Rp1,5 triliun.
Dari jumlah itu, Rp900 miliar dialokasikan khusus untuk penyerapan 62.141 ton gula petani di bawah PT SGN.
Hingga saat ini, realisasi penyerapan telah mencapai 21.500 ton.
Gulavit, Pedagang, dan Ancaman Swasembada
Selain PT SGN, PT Pesona Inti Rasa (PIR) atau Gulavit juga tetap berkomitmen menyerap gula petani sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
"Termasuk para pedagang yang turut melakukan penyerapan melalui lelang rutin di Jawa Timur," tambah Edy.
Ia berharap pemerintah lebih serius dalam mengawal hilirisasi gula dan tetes tebu, terutama sebagai bagian dari program percepatan swasembada gula nasional.
APTRI juga mendorong agar ID Food memperkuat penyerapan, agar pedagang lebih antusias dalam menyerap sisa produksi gula petani.
Berdasarkan kesepakatan di Badan Pangan Nasional (Bapanas), penyerapan tahap pertama oleh ID Food dan pedagang sebesar 83.000 ton harus segera diselesaikan.
Setelah tahap pertama rampung, sisa produksi akan sepenuhnya diserap oleh pedagang.
"Jika ID Food tidak segera menuntaskan kuota Rp900 miliar untuk petani tebu di bawah PT SGN dalam pekan ini, maka swasembada akan sulit," tegas Edy.
Harga Tetes Anjlok, Pendapatan Petani Tertekan
Selain gula, petani juga menghadapi tekanan dari penurunan harga tetes tebu.
"Dampak dari pembebasan bea masuk impor molases membuat harga tetes jatuh dari Rp2.700–3.000 per kg pada 2024, kini hanya Rp900–1.200 per kg," ujarnya.
Penurunan harga ini sangat berdampak pada pendapatan petani secara keseluruhan.
APTRI berharap agar perbaikan dalam industri gula nasional terus dilakukan sehingga persoalan penyerapan tidak kembali terulang di masa depan.
Kepastian pasar dinilai sangat penting agar petani tetap bersemangat menanam tebu pada musim-musim berikutnya.
"Apresiasi dan terima kasih kami sampaikan kepada pihak yang telah melakukan penyerapan gula petani, khususnya pemerintah melalui Danantara, PT SGN, Gulavit, dan para pedagang di Jawa Timur. Kontribusi ini sangat membantu keberlangsungan bersama," pungkas Edy.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan