
Pantau.com - Buat sobat Pantau yang sudah kepincut atau kecemplung menikah atau akan menikah dengan para warga negara asing (WNA) kalian juga wajib mempertimbangan risiko ketika hubungan kalian tak selancar jalan tol.
Bisa jadi kalian tiba-tiba bercerai atau ditinggal karena meninggal, lalu apa yang perlu kalian pikirkan? selain masalah sosial, kalian juga perlu memikirkan konsekuensi ekonomi.
Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia (PerCa Indonesia). PerCa telah melaksanakan diskusi di 10 kota membahas masalah waris dan wasiat dalam perkawinan campuran.
Baca juga: Waduh! Faisal Basri: Ada Menteri Buat 'Jalan Tol' Muluskan Impor, Siapa?
Dikutip hukum online, notaris Elizabeth Karina Leonita mengatakan, Masalah ini memang mendapat perhatian PerCa karena anggotanya adalah pelaku perkawinan campuran.
Bagi pasangan yang menikah secara Islam, maka pembagian warisnya didasarkan pada hukum Islam. Negara telah mengakui kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI), sumber hukum yang antara lain memuat aturan pembagian waris.
Secara hukum, menurut notaris Elizabeth Karina Leonita, dimungkinkan mengesampingkan hukum Islam dan memilih pembagian menurut hukum perdata Barat asalkan semua ahli waris memberi persetujuan.
"Apabila mau mengenyampingkan hukum Islam dan menggunakan hukum perdata maka hal itu dapat dilakukan apabila seluruh ahli waris telah bersepakat untuk menggunakan hukum perdata," kata Elizabeth.
Baca juga: Senior Sri Mulyani Angkat Bicara Soal Buruknya Neraca Perdagangan RI
Diakui Elizabeth, permasalahan paling mendasar dalam pembagian waris bagi pelaku kawin campur adalah pembagian waris dengan aset berupa tanah atau properti yang berifat hak milik. Warga Negara Asing tak bisa mendapatkan hak milik atas tanah di Indonesia. Masalah lain timbul jika pewaris seorang WNI sedangkan suami dan anaknya berkewarganegaraan asing.
Bagaimana jika suami yang meninggal adalah seorang WNA, yang menikahi perempuan Indonesia? Apa syarat-syarat di atas berlaku dan dapat di akses melalui notaris atau pengadilan di Indonesia? Elizabeth berpendapat hukum waris yang digunakan adalah hukum waris yang berlaku di negara asal WNA. Ia merujuk pada Pasal 16 Algemene Bepalingen wetgeving voor Indonesie (AB).
Baca juga: Jauh Sebelum Freeport! Merekalah Penemu Tambang Terbesar di Indonesia
Kemudian bagaimana ketika tanpa wasiat seorang WNI meninggal dunia dengan meninggalkan pasangan (suami/isteri yang masih hidup) yang seorang WNA dan dua anak yaitu anak laki-laki dan anak perempuan.
Apabila tanpa perjanjian kawin, maka ada harta bersama sehingga harta warisan harus dibagi menjadi dua antara harta bersama dengan harta milik pewaris, maka yang berhak atas harta bersama ialah pasangannya (suami/isteri yang masih hidup).
Artinya, setengah harta yang lain atau harta yang menjadi harta warisan harus dibagi kepada seluruh ahli waris yang ada secara sama rata. Namun jika ada perjanjian kawin, maka tidak ada harta bersama. Jadi, seluruh harta yang ditinggalkan pewaris harus dibagi rata pada ahli warisnya.
Bagaimana jika pewaris seorang WNI meninggalkan harta warisan berupa tanah atau properti dengan status hak milik sedangkan pasangannya seorang WNA dan anaknya belum cukup umur dan masih memiliki dua kewarganegaraan? Sesuai Pasal 21 ayat (3) UUPA, pewarisan tanpa wasiat, menyebabkan ahli waris yang merupakan WNA memiliki hak milik atas tanah atau hak sebuah bangunan maka dalam jangka waktu satu tahun, setelah pewaris meninggal harus dijual, dialihkan, dilepaskan haknya kepada WNI. Jika tidak, haknya akan jatuh ke negara.
Baca juga: Baru Garuda yang Turunkan Harga Tiket Pesawat di Aceh, yang Lain Kapan?
Harta itu bisa dijual, dan hasilnya dapat dibagikan sebagai harta warisan kepada ahli waris, dihibahkan kepada saudara atau keluarga yang statusnya WNI. Pilihan lain adalah melepaskan kepada WNI, atau ahli waris itu menolak seluruh warisan. Jika ahli waris (isteri) adalah WNA dan anaknya seorang WNI yang masih belum cukup, maka, WNA tersebut bisa mewakili untuk membuat pelepasan hak terhadap warisan tersebut di hadapan notaris untuk anaknya.
Patut dicatat bahwa WNA dapat membuat wasiat di Indonesia sepanjang aset yang dimuat di dalam warisan berada di Indonesia. Sebaliknya, jika asetnya terletak di negara lain, maka wasiat harus dibuat berdasarkan sistem hukum di negara aset berada.
- Penulis :
- Nani Suherni