
Pantau - Kepala Departemen Pengawasan Inovasi Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dino Milano Siregar, menyatakan bahwa aset kripto kini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Lonjakan Transaksi dan Jumlah Konsumen
Berdasarkan data OJK, nilai transaksi aset kripto di Indonesia meningkat dari Rp44 triliun pada Januari 2025 menjadi Rp52,7 triliun pada Juli 2025.
Jumlah konsumen juga melonjak signifikan dari 12,9 juta menjadi 16,8 juta orang pada periode yang sama.
Akumulasi transaksi selama Januari hingga Juli 2025 mencapai sekitar Rp224 triliun, dengan kapitalisasi pasar (market cap) bulanan rata-rata berada di kisaran Rp29 hingga Rp37 triliun hingga Agustus.
“Angka-angka ini menunjukkan aset kripto bukan lagi cuma fenomena, tapi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia, sehingga menjadi bagian penting dari arsitektur ekonomi digital di Indonesia,” ucap Dino Milano.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam agenda Diseminasi Kajian Kontribusi Ekonomi Kripto terhadap Perekonomian Indonesia yang digelar oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) di Jakarta.
Tantangan dan Risiko dalam Industri Kripto
Dino Milano menjelaskan bahwa tantangan utama dalam industri kripto adalah memastikan pertumbuhan transaksi berjalan dengan aman, adil, dan berkelanjutan.
Menurutnya, risiko yang dihadapi dalam transaksi aset kripto mencakup volatilitas harga yang tinggi, potensi kejahatan siber, penipuan dengan modus investasi palsu, serta ketimpangan antara tingkat literasi dan tingkat adopsi masyarakat.
“Diadopsi tanpa literasi, tanpa pemahaman, yang terjadi sesat, rugi,” kata Dino.
Ia juga menyoroti kecenderungan sebagian masyarakat bertransaksi kripto karena faktor Fear of Missing Out (FOMO) atau ketakutan ketinggalan tren.
Untuk itu, OJK menetapkan literasi keuangan digital sebagai prioritas utama guna membentuk investor yang cerdas dan bertanggung jawab.
Upaya peningkatan literasi dilakukan dengan melibatkan regulator, akademisi, universitas, asosiasi industri, Aparat Penegak Hukum (APH), dan media.
“Kami juga mendukung dan mendorong kolaborasi riset, khususnya dengan para akademisi, dengan lembaga-lembaga yang memang menyediakan kesempatannya untuk kami berkolaborasi, untuk memahami perilaku dari investor, efektivitas kebijakan, serta pemanfaatan blockchain di sektor publik,” ujarnya.
Kolaborasi Akademisi dan Regulator
Dino menekankan pentingnya sinergi antara dunia akademik dan regulator dalam membangun dasar pengetahuan bersama mengenai dunia kripto.
Ia berharap kolaborasi tersebut dapat mendorong peningkatan jumlah talenta digital dari kalangan pendidik dan akademisi, guna mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia menghadapi era digital.
“Yang kita perlukan adalah orang-orang talent yang memang memiliki bakat dan kemampuan menjaga pertumbuhan ini tetap sehat dan memberikan kontribusi kepada negara kita ke depannya, dimana kita bisa mendidik orang-orang supaya memiliki mental seperti itu,” ujar Dino Milano.
- Penulis :
- Arian Mesa