
Pantau - Pemerintah tengah berpacu untuk mengejar target Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp477,2 triliun pada tahun 2025, setelah hingga akhir Oktober baru mengumpulkan Rp402,4 triliun atau sekitar 84,3 persen dari target.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menyebutkan pemerintah harus menambah pemasukan sekitar Rp75 triliun dalam dua bulan terakhir tahun ini.
"Kurang lebih kita harus kejar Rp75 triliun dalam waktu dua bulan ini, November sampai Desember (2025)," ungkapnya.
Langkah ini menjadi penting setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 yang mengalihkan pengelolaan dividen BUMN ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang berdampak signifikan pada penurunan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Strategi Total Football Hadapi Tantangan PNBP
Guna menggenjot pendapatan, pemerintah mengadopsi strategi menyeluruh yang mencakup penguatan kelembagaan, peningkatan layanan, dan penerapan teknologi.
Langkah konkret yang dilakukan di antaranya adalah pembentukan Direktorat Potensi dan Pengawasan PNBP serta penunjukan Staf Ahli Bidang PNBP di Kementerian Keuangan.
Pengawasan lintas kementerian dan lembaga juga diperkuat melalui pelaksanaan joint program penerimaan negara.
Selain itu, pemerintah mempercepat penyelesaian piutang PNBP dengan memperluas penerapan sistem automatic blocking system (ABS).
"Jadi dengan ABS ini sebelum dilunasi, layanan PNBP tidak diberikan kepada wajib bayarnya," ia mengungkapkan.
Digitalisasi dan penyederhanaan layanan juga menjadi prioritas, termasuk perluasan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar K/L (SIMBARA) untuk komoditas strategis seperti nikel dan tembaga.
Inovasi layanan publik, seperti e-visa, e-passport, serta pengembangan sistem Inaportnet di Kementerian Perhubungan, turut memperkuat kinerja PNBP.
"Kalau kita lihat, misalnya, kurang lebih 53,8 persen dari PNBP itu berasal dari PNBP berbasis komoditas. Jadi, penerimaan PNBP ini akan sangat tergantung dari fluktuatifnya komoditas baik di sisi harga maupun di sisi produksi," kata Luky.
K/L dan BLU Jadi Penopang Kinerja PNBP
PNBP dari kementerian/lembaga tercatat mencapai Rp110,6 triliun, melampaui target outlook semester sebesar Rp109,4 triliun.
Kinerja ini didorong oleh inovasi layanan dan peningkatan efisiensi, termasuk dari sektor perizinan dan transportasi.
Sementara itu, penerimaan dari badan layanan umum (BLU) mencapai Rp82,2 triliun atau naik 0,7 persen secara tahunan, dengan kontribusi utama dari sektor pengelolaan dana, layanan kesehatan, pendidikan, serta barang dan jasa.
Peningkatan layanan serta hasil investasi di fasilitas kesehatan menjadi salah satu pendorong terbesar.
Lima kementerian/lembaga penyumbang pendapatan BLU terbesar adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Namun demikian, penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan (KND) anjlok hingga hanya Rp11,8 triliun, atau turun tajam 85,1 persen secara tahunan.
Penurunan ini disebabkan oleh penerapan UU Nomor 1 Tahun 2025 yang mengalihkan pengelolaan dividen BUMN ke BPI Danantara.
"Jadi, bisa dilihat di sini bahwa kami di Kementerian Keuangan melihat PNBP itu kita benar-benar total football, kami juga menyiapkan secara organisasi bagaimana bisa menggali potensi penerimaan dari PNBP ini," tegas Luky.
Meskipun kehilangan sekitar Rp80 triliun dari sisi KND, pemerintah menilai peningkatan pendapatan dari K/L dan BLU cukup membantu memperbaiki proyeksi penerimaan negara hingga akhir tahun.
- Penulis :
- Leon Weldrick








