Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Indonesia Butuh Dana 757,6 Miliar Dolar AS untuk Capai Target Iklim 2035, Pemerintah Luncurkan Dana Inovasi Teknologi

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Indonesia Butuh Dana 757,6 Miliar Dolar AS untuk Capai Target Iklim 2035, Pemerintah Luncurkan Dana Inovasi Teknologi
Foto: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy saat memberikan dokumen Pembangunan Berketahanan Iklim dan Kajian Dampak Perubahan Iklim terhadap Perpindahan Penduduk pada Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta, Selasa 2/12/2025 (sumber: ANTARA/Muhammad Baqir Idrus Alatas)

Pantau - Pemerintah Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar 757,6 miliar dolar AS hingga tahun 2035 untuk mencapai target perubahan iklim yang telah ditetapkan dalam Enhanced dan Secondary Nationally Determined Contribution (NDC).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menyampaikan bahwa saat ini alokasi anggaran iklim Indonesia baru mencapai 3 persen dari APBN.

"Jika dibandingkan saat ini, alokasi anggaran terkait iklim baru mencapai 3 persen (dari) APBN", ungkapnya.

Selama periode 2016–2024, rata-rata belanja iklim pemerintah Indonesia hanya sebesar 4,4 miliar dolar AS per tahun, yang mencerminkan kesenjangan besar dalam pendanaan iklim nasional.

Komitmen Global di COP30 dan Tantangan Pendanaan

Dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-30 PBB (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil, pembiayaan iklim menjadi salah satu agenda prioritas global.

Beberapa kesepakatan global yang dihasilkan antara lain target mobilisasi pembiayaan iklim global melalui New Collective Quantified Goal on Climate Finance (NCQG) sebesar 1,3 triliun dolar AS per tahun pada 2035, peningkatan pendanaan adaptasi hingga tiga kali lipat, serta pembentukan Tropical Forest Forever Facility dengan dana awal sekitar 6,7 miliar dolar AS.

Kondisi ini menuntut Indonesia untuk memperkuat kesiapan dalam tata kelola, program, dan proyek agar mampu menarik pendanaan investasi global.

Investasi ini dinilai penting untuk memperkuat teknologi, inovasi, dan basis pengetahuan sebagai fondasi transisi menuju ekonomi rendah karbon dan memperkuat ketahanan iklim nasional.

Rachmat menyatakan bahwa investasi awal harus difokuskan pada teknologi rendah karbon yang skalabel dan mampu membuka peluang ekonomi besar.

Inovasi Teknologi dan Peluncuran Dana Iklim

Berdasarkan data World Resources Institute (WRI) tahun 2025, "setiap satu dolar AS yang diinvestasikan dalam adaptasi iklim akan menghasilkan lebih dari 10 dolar AS manfaat selama 10 tahun", ungkap laporan tersebut.

Uji coba dan demonstrasi teknologi juga disebut penting sebagai jembatan antara ide dan implementasi nyata.

Menurut data International Energy Agency (IEA) tahun 2021, "pada tahun 2050, 50 persen dari pengurangan emisi akan berasal dari teknologi yang saat ini masih berada pada tahap prototipe", sebagaimana disampaikan dalam laporan mereka.

Rachmat juga menyoroti pentingnya basis data dan bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.

Mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2022, "kesenjangan data risiko menjadi hambatan utama adaptasi dan memperkecil efektivitas intervensi di tingkat lokal", menurut laporan tersebut.

Menanggapi tantangan tersebut, pemerintah resmi meluncurkan Innovation and Technology Fund (ITF), serta dua dokumen penting yaitu Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) dan Kajian Dampak Perubahan Iklim terhadap Perpindahan Penduduk pada Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.

"Menjawab kondisi tersebut, peluncuran Innovation and Technology Fund (ITF) serta dokumen Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) dan Kajian Dampak Perubahan Perubahan Iklim terhadap Perpindahan Penduduk pada Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia harus kita lakukan hari ini. Ini merupakan penegasan arah besar pembangunan Indonesia ke depan", ia mengungkapkan.

ITF sendiri merupakan mekanisme pendanaan yang ditujukan untuk mendukung pembangunan rendah karbon di tingkat provinsi serta menjadi jembatan pembiayaan bagi inovasi dan teknologi adaptasi iklim.

Diharapkan pendanaan ini mendukung proyek-proyek inovatif yang memberikan manfaat ganda bagi masyarakat dan lingkungan.

Penyaluran ITF akan dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai misi pendanaan pembangunan lainnya melalui Innovative Development Fund, guna memperkuat kontribusi terhadap target pembangunan nasional.

Di akhir pernyataannya, Rachmat menyampaikan apresiasi kepada para mitra internasional.

"Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tinggi kepada Pemerintah Inggris, Pemerintah Jerman, UNDP (United Nations Development Programme), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan beberapa kementerian lain yang terus selalu melakukan komitmen dalam menangani persoalan iklim kita", katanya.

Penulis :
Shila Glorya