Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kemandirian Finansial, Fondasi Transformasi Pendidikan Islam yang Berkelanjutan

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Kemandirian Finansial, Fondasi Transformasi Pendidikan Islam yang Berkelanjutan
Foto: (Sumber:Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar tanpa meja dan kursi di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Hidayatul Mubtadi’in, Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Banten, Rabu (30/7/2025). )

Pantau - Lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, dan sekolah Islam terpadu memegang peran strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berakhlak mulia serta memiliki kesadaran moral dan sosial yang kuat.

Ketergantungan Dana Jadi Hambatan Mutu Pendidikan

Lembaga pendidikan Islam turut berperan sebagai pusat penguatan sosial dan budaya masyarakat akar rumput.

Namun, tantangan besar yang terus dihadapi adalah persoalan pendanaan.

Sumber dana yang terbatas kerap membuat lembaga hanya mampu menjalankan layanan dasar, tanpa ruang untuk inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan.

Minimnya diversifikasi finansial, lemahnya tata kelola keuangan, dan pola reaktif terhadap krisis menjadi persoalan yang berulang.

Pendanaan yang sehat seharusnya tidak hanya menopang operasional harian, tetapi juga menjamin keberlangsungan dan kemampuan adaptasi jangka panjang.

Stabilitas dana sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidik, pembaruan kurikulum, dan integrasi teknologi pendidikan.

Di tengah globalisasi dan digitalisasi yang cepat, fleksibilitas finansial menjadi kunci untuk merespons perubahan karakter dan kebutuhan peserta didik.

Saat ini, sebagian besar lembaga pendidikan Islam masih bergantung pada dana pemerintah dan iuran peserta didik.

Ketergantungan ini membawa risiko besar seperti keterlambatan bantuan, perubahan kebijakan, dan penurunan daya beli masyarakat.

Akibatnya, pengembangan guru, perbaikan sarana, dan inovasi pembelajaran sering tertunda—hal ini berdampak langsung pada kualitas lulusan dan melemahkan kepercayaan publik.

Jika sistem pendanaan tidak dibenahi, daya saing lembaga pendidikan Islam akan semakin tergerus.

ZISWAF, Unit Usaha, dan Digitalisasi: Pilar Kemandirian Finansial

Kemandirian finansial bukan berarti menutup diri dari bantuan, melainkan kemampuan untuk secara aktif mengelola dan merancang strategi pendanaan jangka panjang.

Lembaga yang mandiri dapat menyusun prioritas, berinovasi secara terukur, dan bertahan dalam tekanan finansial.

Salah satu potensi besar adalah optimalisasi dana ZISWAF (zakat, infak, sedekah, dan wakaf), yang memiliki legitimasi sosial dan spiritual tinggi serta nilai nominal yang besar.

Sejarah mencatat bahwa banyak lembaga pendidikan Islam bertahan dan berkembang berkat wakaf produktif.

Namun, tantangan saat ini adalah rendahnya profesionalisme dalam pengelolaan ZISWAF.

Wakaf harus dikelola sebagai aset produktif yang bisa menghasilkan pendapatan berkelanjutan melalui manajemen modern dan tata kelola akuntabel.

Selain itu, pengembangan unit usaha pendidikan seperti koperasi, pertanian, percetakan, hingga layanan digital juga menjadi strategi penting menuju kemandirian.

Banyak pesantren telah mengembangkan unit usaha ini sebagai sumber dana alternatif sekaligus sarana pembelajaran kewirausahaan bagi santri dan siswa.

Melalui unit usaha, peserta didik belajar tentang kemandirian, tanggung jawab, dan manajemen usaha nyata.

Keberhasilan semua upaya tersebut sangat bergantung pada tata kelola keuangan yang baik—yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan perencanaan jangka panjang.

Nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip amanah dalam Islam, dan menjadi dasar bagi kepercayaan masyarakat serta donatur.

Digitalisasi sistem keuangan kini menjadi kebutuhan mendesak, karena mampu meningkatkan efisiensi, akurasi, dan transparansi pencatatan serta pelaporan dana.

Kepercayaan publik dapat diperkuat melalui sistem digital yang memudahkan pengawasan dan pelibatan pihak eksternal.

Kolaborasi dan Alumni, Kekuatan yang Belum Maksimal

Lembaga pendidikan Islam perlu menjalin kolaborasi strategis dengan pihak luar seperti lembaga zakat, dunia usaha, alumni, dan pemerintah daerah.

Kolaborasi ini dapat berupa program beasiswa, dukungan CSR, pelatihan guru, hingga pengembangan sarana pendidikan.

Alumni adalah aset sosial yang sering terabaikan padahal berpotensi memberikan kontribusi besar dalam bentuk dana, jaringan, peluang kerja, maupun dukungan non-material lainnya.

Kemandirian finansial akan menjadi fondasi kuat bagi transformasi pendidikan Islam menuju masa depan yang berkelanjutan.

Dengan sistem pendanaan yang sehat, lembaga pendidikan dapat berinovasi, meningkatkan kualitas pembelajaran, serta memperluas akses pendidikan berkualitas.

Lebih dari itu, kemandirian finansial mencerminkan nilai-nilai Islam seperti amanah, kerja keras, dan keberlanjutan manfaat.

Jika lembaga pendidikan Islam kuat secara ekonomi, maka perannya sebagai agen perubahan sosial dan moral akan semakin kokoh, relevan, dan berdaya tahan menghadapi tantangan zaman.

Penulis :
Gerry Eka