
Pantau - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa rasio klaim (loss ratio) asuransi kredit di Indonesia mencapai 85,56 persen per Oktober 2025, jauh di atas rata-rata industri asuransi umum yang berada di angka 41,3 persen. Kondisi ini menjadi sinyal tekanan serius terhadap keberlanjutan lini usaha asuransi kredit.
Premi Kecil, Risiko Besar: Tiga Penyebab Lonjakan Klaim
Data OJK menunjukkan bahwa hingga Oktober 2025, pendapatan premi asuransi kredit mencapai Rp19,67 triliun, sementara nilai klaim yang dibayarkan mencapai Rp16,83 triliun.
Menurut OJK, ada tiga faktor utama yang mendorong lonjakan klaim:
Kualitas portofolio kredit yang diasuransikan tergolong berisiko tinggi, terutama berasal dari sektor UMKM dan kredit konsumtif, yang rentan gagal bayar.
Kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tekanan daya beli dan perlambatan aktivitas usaha, berdampak pada kemampuan bayar debitur.
Praktik underwriting dan penetapan premi yang tidak berbasis perhitungan aktuaria. Banyak perusahaan menawarkan premi rendah tanpa memperhitungkan risiko yang sebenarnya, hanya demi mengejar volume bisnis.
OJK menilai bahwa kombinasi premi murah dan risiko tinggi membuat beban klaim menjadi tidak sebanding dengan pendapatan, sehingga menggerus profitabilitas dan berisiko pada solvabilitas perusahaan asuransi.
Respons OJK: Pengetatan Risiko dan Skema Berbagi Beban
Sebagai respons, OJK telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat tata kelola risiko asuransi kredit, di antaranya:
Mendorong disiplin underwriting dan seleksi risiko yang lebih ketat.
Mewajibkan penetapan harga premi berbasis aktuaria, bukan hanya bersaing dari sisi murahnya.
Memperkuat cadangan klaim melalui penerapan standar pencadangan teknis yang ketat.
Mewajibkan penerapan risk sharing sesuai POJK Nomor 20 Tahun 2023, di mana pemberi kredit seperti bank dan lembaga pembiayaan juga wajib menanggung sebagian risiko.
Langkah ini diharapkan menciptakan pembagian risiko yang adil dan tidak membebani sepenuhnya pihak asuransi.
Risiko Tertinggi di Asuransi Kredit dan Kesehatan
Sebagai perbandingan, OJK juga mencatat bahwa lini asuransi kesehatan mencatat rasio klaim tinggi, yakni 79,3 persen.
Sementara itu, mayoritas lini asuransi umum lainnya menunjukkan rasio klaim di bawah 50 persen, menandakan beban risiko yang lebih terkendali.
Rasio klaim yang terlalu tinggi—terutama di atas 70 persen—menjadi peringatan dini terhadap tekanan likuiditas dan daya tahan perusahaan asuransi.
Menjaga Keberlanjutan Industri Asuransi
OJK menegaskan bahwa penguatan tata kelola risiko, seleksi kredit yang lebih baik, dan kolaborasi yang sehat antara perusahaan asuransi dan lembaga pembiayaan adalah kunci menjaga keberlanjutan industri asuransi umum, khususnya di sektor asuransi kredit yang kini menghadapi tantangan serius.
- Penulis :
- Gerry Eka







