Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Rupiah Melemah ke Rp16.788 per Dolar AS, Tekanan Datang dari Ekspektasi Suku Bunga dan Sentimen Regional

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Rupiah Melemah ke Rp16.788 per Dolar AS, Tekanan Datang dari Ekspektasi Suku Bunga dan Sentimen Regional
Foto: (Sumber: Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Bank BSI, Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Spt/pri.)

Pantau - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Senin sore, 29 Desember 2025, sebesar 43 poin atau sekitar 0,26 persen ke level Rp16.788 per dolar AS.

Kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), juga menetapkan rupiah pada posisi yang sama, yaitu Rp16.788 per dolar AS.

Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Jadi Tekanan Domestik

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah kali ini disebabkan oleh kombinasi faktor domestik dan regional.

"Rupiah melemah terhadap dolar AS terbebani oleh prospek pemangkasan suku bunga BI dan kebijakan ekspansif pemerintah," ungkapnya.

Ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia dalam waktu dekat menjadi faktor utama pelemahan mata uang Garuda.

Menurut Lukman, kebijakan fiskal ekspansif pemerintah juga turut memicu kekhawatiran pasar terhadap stabilitas moneter jangka pendek.

Terseret Koreksi Mata Uang Asia, Minim Data Ekonomi Global

Di luar faktor dalam negeri, rupiah juga terkena dampak dari tekanan regional, seiring koreksi tajam yang terjadi pada sejumlah mata uang Asia.

Ringgit Malaysia dan baht Thailand tercatat mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar AS, sehingga memberikan efek lanjutan terhadap rupiah.

Lukman memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah bisa berlanjut dalam waktu dekat jika Bank Indonesia tidak mengambil langkah intervensi.

"Rupiah tentunya masih akan terus tertekan dan melemah apabila tidak diintervensi BI," tegasnya.

Dari sisi global, Lukman menyebut tidak banyak rilis data ekonomi penting selama sepekan ini.

"Masih belum ada data ekonomi penting sepekan ini, investor hanya perlu mewaspadai sentimen di pasar ekuitas dan tensi geopolitik di laut Karibia, dan simulasi perang China di Laut China Selatan," ujarnya.

Situasi ini membuat pelaku pasar lebih fokus pada dinamika pasar modal global dan perkembangan geopolitik yang berpotensi memicu volatilitas lebih lanjut.

Penulis :
Gerry Eka