Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Bobol Data Konsumen, Pinjaman Online Nakal Lampaui Kerja Densus dan KPK

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Bobol Data Konsumen, Pinjaman Online Nakal Lampaui Kerja Densus dan KPK

Pantau.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta negara hadir sepenuhnya dalam permasalahan pinjaman online. Pasalnya kasus-kasus yang terjadi sudah lebih dari perkara biasa. 

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/ Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, Mohammad Choirul Anam mengatakan, kebijakan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan bukan hanya sekedar menutup aplikasi yang bermasalah bahkan bisa memidanakan. 

"Ini negara harus hadir mengatur bunga. Kalau tidak, itu bukan affordabilitas/keterjangkauan. Kalau ada ratusan fintech didrop, seharusnya bukan hanya didrop. Dia bisa dipidana. Kenapa berhenti di situ. OJK harus jamin keterjangkauan," ujarnya dalam jumpa pers yang digelar di Gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).

Baca juga: Miris Kisah Asep, Korban Pinjaman Online yang Terjerat Bunga Rp19 Juta

"Sekarang kehadiran negera baru setengah. Karena affordabilitas enggak diatur. Merugikan konsumen. Kalau enggak diatur juga merugikan penyelenggara yang mau bener. Juga aspek kerahasiaan," imbuhnya.

Lebih lanjut kata dia OJK harus mengatur jumlah maksimal yang boleh diterapkan. Tak hanya itu, masalah akses dana pribadi pun bisa dilakukan proses pidana karena dianggap melanggar aturan.

"OJK harus ambil alih tidak cukup code of conduct. Harus mengatur jumlah maksimal bunga yang diperbolehkan, juga diklasifikasikan. Kalau di bawah Rp5 juta harusnya bunganya lebih kecil daripada yang di atas Rp10 juta. Kalau disamaratakan itu memberatkan," ungkapnya.

Baca juga: Awas! Teknologi Makin Canggih, Teliti saat Ajukan Pinjaman Online

"Kerahasiaan, data pribadi dan transaksi harus dijamin kerahasiaannya. Kalau ada kejadian itu ya kejahatan. Walau di POJK tidak diatur, harusnya kerahasiaan masuk ranah pidana," imbuhnya.

Misalnya kata dia jika dibandingkan dengan Undang-Undang Terorisme, saat melakukan peyadapam harus ada izin pengadilan. Jika tidak, maka sudah masuk dalam pelanggaran HAM dan ada sanksi pidana.

"Ini (Fintech) malah tanpa izin. Jadi kalau ada yang akses bukan hanya didrop tapi bisa pidana. Kalau mengakses dan meneror itu melampaui kerja Densus dan KPK," tegasnya.

Selain itu para pelaku bisnis pinjaman online juga menurutnya harus melakukan verifikasi terhadap nasabahnya soal kemampuan bayar. "Kapasitas orang berhutang, mampu enggak. Kan di PP ada aturan verifikasi. Jadi enggak bebas-bebas gitu aja," katanya. 

Baca juga: OJK Klaim Lindungi Konsumen dari Pinjaman Online Nakal, Caranya?

"Kalau tidak, saya tidak membayangkan kalau 5 juta penduduk Indonesia pinjam dan pinjamnya maks Rp 5 juta, ya bisa collapse. Dituntut ke pengadilan gak boleh, pidana juga enggak boleh. Karena utang piutang itu perdata," imbuhnya.

POJK yang sudah ada kata dia, mengatur larangan mengakses data pribadi namun tidak mengatur sanksinya. Padahal kata dia, kasus semacam ini seharusnya bisa masuk dalam kasus penegakan hukum. 

"Padahal bisa digunakan praktek penegakan hukum. Gaboleh bunga lebih seratus persen. Di KUH Perdata gak boleh perampasan lebih seratus persen. Melanggar privasi adalah kejahatan. Kerjaan yang menerobos privasi harus ada izin pengadilan," pungkasnya.

Penulis :
Nani Suherni