
Pantau - Sejak 8 Oktober 2023, hujan rudal tanpa jeda menghantam tanah Lebanon, meninggalkan jejak pilu dan derita mendalam. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon, jumlah korban tewas akibat serangan Israel meroket hingga 2.464 orang pada Minggu (20/10/2024) malam. Angka itu kian memanjang, serupa ombak laut yang tak pernah lelah bergulung.
Dalam 24 jam terakhir saja, 16 nyawa melayang dan 59 orang terluka, menambah panjang daftar korban luka yang kini menyentuh 11.530 orang. Angka-angka itu lebih dari sekadar statistik—mereka adalah cerita tentang anak-anak, ibu-ibu, dan keluarga yang tak lagi utuh, tersapu oleh gelombang perang.
Sejak 23 September 2024, Israel mengobarkan kampanye udara di Lebanon, dengan alasan menargetkan posisi Hizbullah. Di balik suara pesawat tempur yang meraung, lebih dari 1,34 juta jiwa terpaksa meninggalkan rumah, meretas jalan menuju ketidakpastian.
Baca juga: Israel Laporkan 160 Roket Diluncurkan dari Lebanon, Warga Dievakuasi di Utara
Kisah getir ini bukan sekadar soal serangan baru; ia merupakan babak lanjut dari ketegangan lintas batas selama setahun. Eskalasi terjadi sejak Israel memulai serangan ke Jalur Gaza, yang menurut laporan telah menewaskan lebih dari 42.600 orang—mayoritas perempuan dan anak-anak—sejak serangan Hamas tahun lalu.
Peringatan dari komunitas internasional soal potensi perang regional di Timur Tengah seolah tenggelam dalam dentuman bom dan suara sirene. Alih-alih meredakan konflik, Israel justru memperluas cakupan serangannya pada 1 Oktober dengan menghujani Lebanon selatan.
Di tengah jeritan manusia dan reruntuhan kota, dunia kini menunggu: adakah secercah harapan untuk perdamaian, atau akankah pertempuran ini terus membara, melumat harapan di setiap penjuru? (Anadolu)
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Khalied Malvino










