
Pantau - Korea Selatan kembali memanas setelah pengadilan setempat mengeluarkan surat perintah baru untuk menangkap Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan. Surat perintah ini dikeluarkan oleh pengadilan atas permintaan penyidik antikorupsi, menyusul penolakan Yoon untuk menjalani pemeriksaan terkait insiden militer darurat pada Desember 2024.
Surat Perintah Baru untuk Yoon
Markas Besar Investigasi Gabungan mengonfirmasi penerbitan surat perintah tersebut, namun Pengadilan Distrik Barat Seoul enggan memberikan komentar. Langkah ini dilakukan setelah surat perintah sebelumnya berakhir masa berlakunya pada Senin (6/1).
Baca Juga:
Menteri Korsel Berencana Mundur usai Kecelakaan Jeju Air, Ada Apa?
Yoon Suk Yeol, yang kini berada di kediamannya di Seoul, dijaga ketat oleh ratusan penjaga. Kediamannya bahkan diklaim telah "berubah menjadi benteng", dengan pemasangan kawat berduri dan barikade kendaraan untuk mencegah upaya penangkapan.
Dukungan dan Penolakan
Pendukung Yoon merespons cepat dengan berencana mengadakan aksi solidaritas di sekitar kediaman presiden yang dimakzulkan tersebut. Salah satu pendukung, Rhee Kang-san, mengatakan, "Kami akan berkumpul di kediaman Yoon. Dukungan dari pedesaan akan tiba besok pagi."
Sementara itu, oposisi tetap mendesak agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Anggota parlemen partai oposisi, Youn Kun-young, menilai tindakan perlindungan berlebihan ini hanya memperkeruh suasana.
Potensi Dampak Politik
Jika ditahan, Yoon Suk Yeol akan menjadi presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap saat menjabat. Namun, penyidik hanya memiliki waktu 48 jam untuk memperbarui surat perintah atau harus melepaskannya.
Situasi ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan politikus Korsel, mengingat sejarah panjang negara tersebut dengan kasus korupsi tingkat tinggi di kalangan pejabat negara. Ketegangan politik ini dinilai akan memberikan dampak signifikan pada stabilitas politik Korsel ke depannya.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah