
Pantau - Mahkamah Konstitusi Thailand resmi menangguhkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya sejak 1 Juli 2025, akibat dugaan pelanggaran etik berat yang berkaitan dengan rekaman suara kontroversial yang diduga percakapan dirinya dengan seorang pemimpin Kamboja.
Rekaman Suara dan Dugaan Persekongkolan
Penangguhan tersebut merupakan tindak lanjut dari aduan resmi yang diajukan oleh 36 anggota Senat Thailand, yang menyertakan sebuah cuplikan suara sebagai bukti dugaan persekongkolan antara Paetongtarn dengan Ketua Senat Kamboja, Hun Sen.
Dalam laporan tersebut, para senator menilai percakapan tersebut membahayakan keamanan nasional dan kedaulatan teritorial Thailand.
Mahkamah Konstitusi menyatakan menerima aduan tersebut dengan suara bulat 9-0 untuk ditindaklanjuti, dan dari sembilan hakim agung, tujuh di antaranya menyetujui penangguhan jabatan Paetongtarn secara efektif hingga ada putusan final dari pengadilan.
"Perkara ini memenuhi kriteria untuk diselidiki lebih lanjut," ungkap pernyataan resmi Mahkamah Konstitusi Thailand.
Pergantian Kepemimpinan dan Masa Depan Politik Paetongtarn
Sebagai tindak lanjut atas penangguhan tersebut, Wakil Perdana Menteri Suriya Jungrungruangkit ditunjuk sebagai pelaksana tugas perdana menteri sementara.
Namun karena sedang berlangsungnya perombakan kabinet, jabatan perdana menteri sementara akan diserahkan kepada Wakil PM Phumtham Wechayachai, yang baru ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri dan dijadwalkan dilantik pada 3 Juli 2025.
Paetongtarn, yang kini berusia 38 tahun, mulai menjabat sebagai perdana menteri sejak Agustus 2024 setelah Mahkamah Konstitusi mencopot pendahulunya, Srettha Thavisin, karena pelanggaran kode etik.
Ironisnya, beberapa jam sebelum keputusan penangguhan diumumkan, Paetongtarn baru saja menerima restu dari Kerajaan Thailand untuk merangkap jabatan sebagai Menteri Kebudayaan dan dijadwalkan akan dilantik pada 3 Juli mendatang.
Mahkamah Konstitusi memberikan waktu 15 hari kepada Paetongtarn untuk menyampaikan pembelaannya secara tertulis.
Jika Mahkamah memutuskan bahwa Paetongtarn harus dicopot secara permanen, maka ia akan resmi kehilangan jabatannya, meskipun kabinetnya akan tetap berfungsi hingga perdana menteri baru ditunjuk dan kabinet baru dibentuk.
Thailand sebelumnya mengalami krisis politik serupa pada Agustus 2024 ketika Srettha Thavisin dicopot, yang kemudian membuka jalan bagi Paetongtarn menjadi perdana menteri ke-31 negara tersebut.
Sumber: TNA-OANA
- Penulis :
- Leon Weldrick
- Editor :
- Tria Dianti